Suara.com - Pemerintah terus membangun dan mengembangkan fasilitas bandara baik yang telah maupun belum ada untuk mengejar predikat Bandara Internasional yang harapannya bisa langsung disinggahi maskapai-maskapai internasional untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan atau warga negara asing ke Indonesia.
Tak heran jika pemerintah jor-joran menggelontorkan biaya untuk pengembangan bandara.
Anggota Ombudsman bidang transportasi, yang juga sebagai pengamat penerbangan, Alvin Lie menyebutkan, saat ini terdapat 18 Bandara Internasional yang aktif dan 14 bandara berstatus internasional yang tidak aktif.
"Dari 18 yang aktif, 11 bandara melayani SIN (Singapura) dan KUL (Kuala Lumpur), 4 hanya melayani KUL dan 3 hanya melayani SIN," kata Alvin Lie kepada Suara.com, Rabu (20/3/2019).
Baca Juga: Menhub Tinjau Proyek Bandara Internasional Yogyakarta
Dari 18 Bandara Internasional yang aktif, setiap pekannya terdapat 621 penerbangan ke Kuala Lumpur dan 544 penerbangan ke Singapura.
Dari data penerbangan tersebut, timbul pertanyaan mengapa Bandara Internasional banyak di rute dua negara tersebut.
Padahal, jika melihat tujuan utama dibangunnya Bandara Internasional adalah agar ada penerbangan langsung dari negara-negara lain selain dua negara tersebut dari dan ke Indonesia.
"Kebijakan membuka sebanyak-banyaknya bandara berstatus Internasional tapi nyatanya hanya menjadi pengumpan/ feeder bagi SIN dan KUL, yang justru memperkuat posisi SIN dan KUL sebagai bandara Hub," tutur Alvin.
Menurut Alvin, jika Bandara Internasional hanya menjadi pengumpan atau feeder saja, maka Indonesia hanya membesarkan Bandara Changi Singapura dan Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur saja.
Baca Juga: Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo Beroperasi April
"Devisa kita habis untuk membesarkan Changi dan KLIA. Sedangkan Bandara Soekarno-Hatta justru tidak mendapat pembelaan dalam upayanya menjadi bandara Hub," kata Alvin.
Alvin menuturkan, Bandara Internasional di Tanah Air yang paling banyak dikunjungi Warga Negara Asing (WNA) hanyalah Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.
"Sisanya didominasi penumpang domestik. Artinya, lebih banyak WNI yang ke luar negeri daripada warga negara lain datang ke Indonesia," ucap Alvin.
Menurut Alvin, jika memang ingin mendatangkan turis seharusnya Indonesia membuka lebih banyak rute dari berbagai negara ke 3 sampai 4 bandara di Indonesia.
"Bukannya membuka sebanyak-banyaknya bandara internasional yang kemudian hanya berfungsi sebagai feeder/pengumpan bagi SIN dan KUL," kata Alvin.
Berdasarkan hal tersebut, maka tak heran jika upaya memperbanyak Bandara Internasional saat ini hanya untuk semakin memperkuat posisi Singapura dan Malaysia saja di pasar transportasi udara.
"Kebijakan membuka sebanyak-banyaknya bandara berstatus Internasional tapi nyatanya justru memperkuat posisi SIN dan KUL sebagai bandara Hub," cetusnya.
Dengan dikuasainya pasar transportasi udara Indonesia oleh Singapura dan Malaysia, maka tujuan utama dibuatnya Bandara Internasional hanyalah angan-angan semata.
Alvin menyebutkan, saat ini Kuala Lumpur berharap terhubung langsung dengan 12 Kota di Indonesia yakni Banda Aceh International Airport, Bandar Udara Internasional Kualanamu, Minangkabau International Airport, Sultan Syarif Kasim II International Airport, Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II.
Adisumarmo International Airport, Ahmad Yani International Airport, Bandar Udara Internasional Adisutjipto, Bandar Udara Internasional Juanda, Bandar Udara Internasional Lombok, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin dan Bandar Udara Syamsudin Noor.
"Apa yang mereka harapkan? Tidak lain adalah penumpang jemaah umrah dan penumpang tujuan internasional lainnya yang akan melanjutkan penerbangan dari KUL ke negara-negara lain. Bukan untuk benar-benar mendatangkan turis," pungkasnya.