Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik, Kementan Keluarkan Permentan

Kamis, 14 Maret 2019 | 09:35 WIB
Dorong Petani Gunakan Pupuk Organik, Kementan Keluarkan Permentan
Kegiatan menanam bawang putih di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. (Dok: Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut penelitian, kesuburan tanah menurun akibat penggunaan pupuk anorganik yang selama ini menjadi andalan petani. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 70 Tahun 2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.

Untuk melindungi konsumen terhadap kualitas pupuk organik, pemerintah merevisi Permentan No. 70 Tahun 2011, dengan dikeluarkannya Permentan No. 01 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Aturan tersebut diharapkan akan menjamin kualitas pupuk organik, hayati dan pembenah tanah yang beredar di masyarakat.

Upaya ini dilakukan pemerintah untuk mendorong penggunaan pupuk organik, sekaligus  memacu tumbuhnya usaha pupuk organik. Penggunaan pupuk organik merupakan salah satu cara menyehatkan kembali lahan pertanian.

Berdasarkan Sensus Pertanian Badan Pusat Statistik (BPS) 2013, petani yang menggunakan pupuk anorganik mencapai 86,41 persen, sementara penggunaan pupuk berimbang (organik dan anorganik) hanya 13,5 persen dan organik 0,07 persen. Ini menunjukkan bahwa petani di Indonesia lebih tertarik menggunakan pupuk anorganik.

Baca Juga: Kementan: Penyelewengan Penggunaan Pupuk pada 2018 Menurun

Kini yang terjadi di lapangan, banyak pupuk organik yang tidak sesuai standar, bahkan terkesan produk abal-abal alias tidak terjamin kualitasnya. Banyak keluhan terhadap kualitas yang beredar di pasaran.

Direktur Pupuk dan Pestisida, Muhrizal Sarwani, mengakui, selama ini terdapat beberapa kendala dalam pengembangan pupuk organik, baik di tingkat produsen maupun pengguna. Misalnya, mutunya yang masih kurang baik, bahan bakunya juga terbatas, kualitas yang dihasilkan tidak konsisten, banyak mengandung logam berat (terutama yang dari kota).

Bahkan dosis penggunaannya relatif tinggi, sehingga sulit dalam transportasinya.

Muhrizal mengatakan, tujuan diaturnya standar pupuk organik, hayati dan pembenah tanah tersebut adalah untuk melindungi masyarakat dan lingkungan hidup. Hal ini diharapkan juga akan meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk organik dan memberikan kepastian usaha dan kepastian formula pupuk yang beredar.

"Dengan demikian, pupuk di pasaran terjamin mutu dan kualitasnya, yang hasil akhirnya adalah meningkatkan produktivitas," katanya, Rabu (14/3/2019).

Baca Juga: Kementan - Perteta Bangun Gudang Alsintan di 5 Lokasi di Indonesia

Untuk melengkapi Permentan No. 01 Tahun 2019, pemerintah sedang menggodok Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) mengenai standarisasi proses pembuatannya, agar pupuk yang dihasilkan bermutu dan berkualitas.

Sebenarnya standardisasi pupuk organik, hayati dan pembenah tanah sudah tercantum di tiga peraturan, yakni Permentan No. 01 Tahun 2019, Kepmentan mengenai Persyaratan Teknis dan Kepmentan mengenai Penunjukan Lembaga Uji Mutu dan Efektivitas.

"Untuk lebih pasnya, sekarang kami sedang menggodok Kepmentan mengenai standardisasi pembuatannya," kata Muhrizal.

Untuk mendorong petani menggunakan pupuk organik, sejak 2017, pemerintah memberikan bantuan ke petani berupa Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO).

Direktur Perbenihan Tanaman Pangan, M. Takdir Mulyana, mengatakan, bantuan UPPO sudah berlangsung sejak 2017, yaitu sebanyak 1.500 unit. Pada 2018, alokasinya menjadi 1.000 unit, dengan realisasinya 987 unit dan tahun 2019 sebanyak 500 unit.

Dalam paket bantuan UPPO tersebut, pemerintah memberikan fasilitas berupa rumah kompos, alat pengolahan pupuk organik, ternak dan obat-obatan, kandang komunal dan bak fermentasi serta pakan ternak dan kendaraan roda tiga.

"Penggunaan pupuk organik menjadi kewajiban, karena mampu meningkatan Indeks Pertanaman (IP). Dengan pupuk organik, berarti kita memperbaiki unsur hara yang ada dalam tanah," katanya.

Direktur Teknik dan Pengembangan PT Petrokimia Gresik, Arif Fauzan, mengatakan, persoalannya bukan hanya masalah kesuburan tanah, penggunaan pupuk anorganik terutama N (Nitrogen) yang berlebihan juga menyebabkan perubahan iklim. Pada dasarnya, N yang diserap tanah hanya 50 persen dan sisanya menguap ke udara.

Arif menjelaskan, penggunaan pupuk anorganik yang berlebih tentu mempengaruhi kesuburan fisik, kesuburan biologi dan kesuburan kimia. Padahal idealnya, kadar bahan organik di dalam tanah harus lebih dari 5 persen, populasi mikroba di dalamnya lebih dari 105 cfu/g bk, serta tersedianya unsur hara makro dan mikro.

Dengan demikian akan didapat kesuburan tanah yang ideal.

"Sudah terbukti bahwa penggunaan pupuk anorganik terus-menerus dan berlebihan akan menjadikan kesuburan tanah menjadi berkurang, karena C-Organik di dalam tanah rendah," katanya.

Dia juga menilai, penggunaan pupuk anorganik hanya bermanfaat jangka pendek. Apalagi bahan baku pupuk tersebut berasal dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.

"Karena itu, pengembangan pupuk organik sangat strategis dan mendesak, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI