Kementan ke Petani: Kita Bersama Harus Stabilkan Harga Sayur

Sabtu, 02 Maret 2019 | 18:28 WIB
Kementan ke Petani: Kita Bersama Harus Stabilkan Harga Sayur
Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi dalam rapat dengan perwakilan para petani cabe dan apel dari Kabupaten Malang, Kota Batu dan Kabupaten Pasuruan guna mencari solusi terbaik untuk para petani maupun pembangunan hortikultura di di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Malang, Sabtu (2/3/2019).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Petani sayur diminta untuk bersama-sama memperbaiki aspek hulu untuk mensiasati harga sayur. Paling tidak, petani bisa ikut menjaga kestabilan harga.

"Agar kita bersama juga memperbaiki aspek hulu dan onfarm guna mensiasati harga, setidaknya turut mampu mendorong maupun mempertahankan harga," tutur Suwandi, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Suwandi, saat rapat dengan perwakilan para petani cabai dan apel dari kabupaten Malang, Kota Batu dan Kabupaten Pasuruan,  Jawa Timur,Sabtu (2/3/2019).

Menurutnya, petani sayuran sudah teruji tangguh dengan investasi per hektar jauh lebih tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Risiko faktor iklim pun sudah biasa dihadapi, demikian pula terkait dengan tata niaga dan harga.

"Mereka pejuang pangan yang tabah, ihklas dan selalu bersyukur kepada-Nya. Bertani adalah jalan hidupnya. Harga bukan merupakan faktor penyebab tetapi hasil interaksi antara penawaran dengan permintaan, sehingga mesti dicari faktor pembentuk dari harga," kata

Baca Juga: Kementan Ajak Generasi Muda Berbisnis dari Hulu ke Hilir

Suwandi menegaskan, faktor pembentuk harga selain aspek pasokan atau produksi juga dipengaruhi aspek distribusi, logistik, tata niaga, struktur dan perilaku pasar, serta industri hilir olahan.

Salah satu contohnya, kata Suwandi, surplus produksi sayur di Jawa dan sekitarnya yang biasa telah dikirim ke luar Jawa terkendala biaya kargo pesawat sehingga distribusi kurang lancar. Aspek industri olahan dan tata niaga juga perlu diperkuat, karena ini semua berkontribusi dalam pembentuk harga.

Ia menambahkan, ada beberapa langkah nyata untuk menekan ongkos produksi. Pertama, dengan menggunakan benih unggul.

Kedua, menggunakan pupuk organik sehingga hemat biaya dan mengembalikan kesuburan lahan, mengurangi pemupukan dengan kimiawi dan menggunakan pupuk hayati buatan sendiri sehingga murah dan ramah lingkungan. 

"Ini semua bisa dilakukan sehingga break event point (biaya impas)-nya menjadi efisien. Walau harga bergejolak, namun masih relatif aman," katanya.

Baca Juga: Kementan Kembali Panen Jagung, Kali Ini di Lumajang

Lalu bagaimana caranya?

Suwandi menjelaskan, petani harus dilatih, melakukan demplot dan menggelar kegiatan traning of traner (TOT). Seluruh produk dikelola dengan prinsip bersih, produk grade tinggi sehingga masuk supermarket dan ekspor.

Namun grade bawah diolah lebih lanjut, limbah sayur harus diolah menjadi kompos maupun pakan ternak. 

"Bahkan juga menerapkan diversifikasi tanaman, sehingga tidak tergantung satu komoditas. Mari bareng bareng membenahi aspek onfarm ini," tuturnya.

Keempat, untuk mensiasati harga dengan membentuk koperasi dan sejenisnya. Dengan demikian, hal manajemen ibarat sapu lidi, bersama-sama akan menjadi kuat, maka petani setelah berkelompok dan Gapoktan menjadi naik kelas.

"Manfaatnya multi, mulai dari koperasi bisa melayani input sehingga benih unggul, pupuk, pestisida seragam diterima petani dan untuk transfer teknologi sehingga produknya bermutu sama," ujarnya.

"Dengan berkoperasi dan mengkorporasikan koperasi akan mengelola skala ekonomi juga memudahkan akses sumber pembiayaan, kredit dan asuransi," katanya.

Lebih lanjut Suwandi mengatakan, koperasi juga melayani pasar produk sehingga produk petani ditampung satu pintu. Koperasi bisa bermitra dengan industri olahan, perusahaan, supermarket maupun eksportir, ini menjadikan anggota petani dan koperasi menjadi kuat di hulu hingga hilir. 

"Petani akan menjadi price maker (pembuat harga) bukan price taker (penerima harga). Tolong pilih pengurus yang amanah dan profesional," katanya.

Salah satu contoh koperasi yang bagus di Kecamatan Ngancar, Kediri, mengelola nanas sekitar 7 hingga 8 ribu ha.

"Koperasi tersebut melibatkan 15.000 sampai 18.000 petani dan asetnya sekitar Rp 35 miliar, dengan omset Rp 16 miliar per tahun dan berjalan baik," ungkap Suwandi.

Selain koperasi, Suwandi menyebutkan langkah lain untuk mensiasati harga sayuran yakni dengan membentuk pasar lelang seperti di Pakem Sleman, pasar lelang cabai Kulonprogo, Magelang, Karanganyar Siborongborog dan delapan lokasi lainnya.

Petani dapat menikmati harga tertinggi dari penawar yang ada, dibayar cash and carry, terbentuk harga seragam one region one price dan memotong rantai pasok. 

"Ini adalah solusi jangka pendek. Kita harus optimistis, insha Allah ini bisa diimplementasikan," ujarnya.

Pada jangka menengah dan panjang, antara lain hilirisasi produk sayuran dan proses produksi bersih zero waste. Kemudian memperkuat sistem logistik dan memperlancar distribusi sayuran dengan coldstorage besar dan sejenisnya.

"Bahkan membangun kemitraan petani dengan pelaku usaha dan ekspor," ucap Suwandi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI