Suara.com - Tak ada yang bisa menahan derasnya arus perkembangan zaman, begitu pula pebisnis. Diperlukan inovasi untuk beradaptasi. Seperti pada zaman kiwari, ketika cara bisnis analog mulai ditinggalkan untuk beralih ke abad digital pada tahun Babi Tanah.
KEDUA jari jempolnya sibuk menggesek-gesek layar gawai. Ia tengah asik bermain gim daring Mobile Legends. Sesekali ia menenggak kopi yang tergeletak di atas meja, tanpa melepas gawai di genggaman tangan kanannya.
Sore itu, Nando tengah bersantai di foodcourt lantai 3 Pusat Grosir Thamrin City, Jakarta Pusat. Pengusaha muda 32 tahun ini baru saja menutup tokonya yang terletak di Tanah Abang.
Hampir setiap sore, selepas menutup toko, Nando menghabiskan waktu nongkrong di area kuliner Pusat Grosir Thamrin City.
Baca Juga: 'Bis Kota', Melawan Kopi Saset dari Utara Jakarta
Tak jarang ia nongkrong hingga petang untuk melepas penat dari aktivitas berniaga di pusat grosir Ibu Kota. Selain nongkrong, tempat itu juga kerap ia gunakan untuk bertemu kolega dan rekan bisnis.
Nando pedagang grosir jilbab di Pasar Tasik, Jatibaru, Tanah Abang. Berbagai macam jilbab ada di tokonya. Pasar Tasik ini ramai pembeli dan pelanggan yang datang dari berbagai daerah dua kali dalam sepekan, yaitu Senin dan Kamis.
Sepanjang 2018, banyak rekan-rekannya sesama pedagang merasakan pasar lesu, lantaran daya beli masyarakat menurun drastis. Jumlah pelanggan dari berbagai daerah juga menurun dari tahun-tahun sebelumnya.
Namun, bagi Nando, pasar sepi sudah biasa dalam berdagang. Itu sudah menjadi rutinitas setiap tahun. Ada kalanya pasar sepi pembeli setiap tahun, yaitu setelah perayaan Idul Adha. Sedangkan masa yang ramai pembeli ketika menjelang Ramadan hingga setelah lebaran, hari raya Idul Fitri.
"Memang banyak yang mengeluh kondisi pasar lengang tahun lalu. Tetapi itu sebenarnya ada masa-masanya. Biasanya tiga bulan setelah lebaran qurban, kondisi pasar memang sepi," kata Nando kepada Suara.com, pekan lalu.
Baca Juga: Kaum Muda yang Memilih Cadar di Era Terorisme
Di tengah kondisi pasar yang lesu, ia tetap optimistis dalam berniaga. Masa-masa pasar lengang, digunakan Nando untuk berinovasi, membikin model-model baru jilbab yang sesuai selera pasar agar laku dijual.
"Kalau bulan ramadan, apa saja barang yang diproduksi pasti laku. Namun saat bulan sepi terpaksa mengikuti model-model barang sesuai permintaan pelanggan," ujar dia.
Putra keempat dari lima bersaudara ini memunyai konfeksi atau industri rumahan sendiri untuk memproduksi hijab yang ia pasarkan di tokonya.
Bahan-bahan untuk membuat hijab yang ia gunakan hampir semuanya impor. Situasi itu riskan. Sebab, kalau nilai Dolar AS melonjak naik, harga bahan baku jadi semakin mahal.
Sementara dalam sepekan, barang-barang di tokonya rata-rata laku ribuan potong, dengan omset sebulan rata-rata sekitar ratusan juta rupiah.
"Omset toko dalam seminggu terkadang Rp 50 juta, kadang Rp 60 juta," ungkap Nando.
Berharap Tak Ada Bencana
Tahun 2019 ini, Nando berharap tak ada bencana alam yang melanda Indonesia. Sebab, bencana alam signifikan berpengaruh terhadap kondisi pasar di pusat grosir Tanah Abang.
Seperti ketika peristiwa gempa Lombok, tsunami Palu dan Donggala, serta tsunami di kawasan Selat Sunda terjadi, kondisi pasar di Tanah Abang langsung sepi pembeli.
“Kalau terjadi bencana alam, itu berpengaruh terhadap kondisi pasar yang jadi sepi. Sebab konsumen atau pelanggan rata-rata dari daerah. Seperti kejadian tsunami di wilayah Banten kemarin itu sangat berpengaruh ke kondisi pasar. Kalau ada bencana alam, daya beli pelanggan bisa berkurang sampai 50 persen," ucap dia.
Sementara Deki, pelaku usaha konfeksi hijab, mengeluhkan harga bahan baku kerudung yang melonjak naik tahun ini. Alhasil, keuntungannya semakin tipis dari hijab-hijab yang diproduksi. Sebab harga produk yang di jual ke pasar tetap, tidak ada kenaikan.
"Harga bahan baku sekarang mahal, sementara harga penjualan barang tetap, tidak ada kenaikan," jelasnya.
Pria 38 tahun ini mengakui, permintaan barang untuk diproduksi dari pelanggannya setahun belakangan berkurang. Menurutnya karena daya beli masyarakat melemah.
"Permintaan barang dari daerah berkurang sekitar 20 persen belakangan ini. Karena daya beli masyarakat di daerah melemah," kata dia.
Deki memiliki 9 pekerja di konfeksinya. Dalam sepekan, ia bisa memproduksi sedikitnya 4.000 helai hijab pesanan pelanggan.
Namun kekinian, pekerjanya tinggal 5 orang sehingga tingkat produksinya juga berkurang. Salah satu faktornya adalah karena harga bahan baku naik, sementara harga produknya tetap.
"Saya berharap harga bahan baku tidak naik tahun ini," pintanya, sedangkan bisnis fesyen muslim terus berkembang.
Pindah Online
Bagi para pedagang yang memunyai kios, gempuran pebisnis online menjadi problem. Mau tak mau, pola berdagang mereka juga mulai bergeser, dari yang mengandalkan bertatap muka langsung untuk transaksi jual beli, beralih ke online.
Nando misalnya, mengakui kekinian ia sudah jarang bertemu pelanggannya dari berbagai daerah. Meski setiap Senin dan Kamis, saat hari 'Pasar', masih banyak pelanggannya yang datang ke toko untuk belanja.
"Sekarang pelanggan saya lebih banyak belanja secara online. Jadi sekarang saya cukup kirim foto contoh produk via WhatsApp, nanti setelah deal, barang dikirim via paket ekspedisi atau kargo," tutur dia.
Ari Gunawan, pemilik Toko Adam di Blok Metro Tanah Abang mengakui, pelanggannya dari berbagai daerah mayoritas belanja secara online. Rata-rata pelanggannya melihat dan pesan produk baju gamis hanya via aplikasi obrolan ponsel.
"Rata-rata sekarang pelanggan saya belanja secara online. Saya kirim foto contoh produk via WhatsApp, dia oke, duit ditransfer, barang di kirim lewat ekspedisi," kata dia.
Selain dari beberapa daerah dalam negeri, pelanggannya juga ada dari luar negeri. Seperti dari Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam dan lainnya.
Potensi 2019
Meski tren perpindahaan bisnis dari analog ke online semakin gencar pada tahun ini, ada sejumlah hal yang tetap harus diperhatikan menurut para pakar.
Mereka mewanti-wanti, para pebisnis pemula tak sekadar mengikuti tren 'yang online-online' itu tanpa mengerti dan menyiapkan sejumlah perencanaan. Terutama dalam menentukan jenis bisnis yang mau ditekuni.
Sebagai panduan, Konsultan Perencanaan Keuangan Mike Rini Sutikno mengatakan, peluang bisnis yang potensial berkembang di 2019 adalah usaha untuk kebutuhan sehari-hari, seperti busana dan makanan. Namun peluang bisnis yang mudah untuk dijalankan adalah kuliner.
Sepanjang 2 tahun belakangan ini bisnis kuliner cukup berkembang pesat. Terlihat dari makin beragamnya jenis kuliner yang di jajakan di banyak tempat maupun di media sosial.
"Jadi bisnis yang paling aman di tahun politik ini adalah bisnis kuliner. Bisnis makanan ini lebih mudah ketimbang bidang lainnya, risikonya kecil. Cuma bagaimana kita melakukan variasi-variasi produk makanan yang dijual," kata Mike kepada Suara.com.
Pada sektor jasa, bisnis yang potensial adalah di bidang pendidikan baik itu formal maupun informal untuk menunjang kegiatan belajar anak-anak.
Contohnya buka kursus dan sebagainya. Menurutnya yang penting diperhatikan dalam membuka usaha baru adalah survei prilaku publik atau pasar.
"Kalau mau menciptakan bisnis baru, amati dulu masyarakatnya, dalam hal ini pasarnya. Yang sudah ada apa, apa yang diperlukan pasar, yang belum ada apa," terangnya.
"Yang penting dalam penggalian ide membuka bisnis baru, lihat permintaan atau demand yang belum terlayani. Bisa juga bergabung dengan jejaring bisnis yang sadah ada," tambah dia.
Dia memaparkan, kekinian berbagai macam platform digital sangat memudahkan orang untuk membuka usaha baru. Terpenting dalam membuka usaha baru adalah, harus relevan dengan kemampuan yang dimiliki pelaku bisnisnya.
"Sekarang platform digital sangat mempermudah promosi produk, siapa saja bisa melakukan bisnis," katanya.
Mike berpendapat, pola bisnis kekinian sudah jauh berubah seiring perkembangan teknologi informasi. Dari tadinya bisnis konvensional secara offline, kini bergeser ke online.
Seperti seorang nasabah yang sudah jarang datang ke bank untuk menabung atau melakukan transaksi keuangan.
Sekarang, banyak aplikasi digital keuangan yang memudahkan seseorang bertransaksi tanpa harus mengantre di bank, seperti Ovo, e-money dan sebagainya.
"Jadi ada pola bisnis sekarang sudah bergeser, yaitu dari offline ke online, dan itu tidak bisa dihindari," tuturnya.
Ia memprediksi, Tanah Abang sebagai pusat grosir berbagai macam produk tekstil ke depannya cuma jadi tempat wisata.
Toko-toko hanya jadi gudang dan tempat memajang produk. Sebab, kini mayoritas orang belanja di toko-toko Tanah Abang secara online atau via whatsapp, tanpa harus datang langsung.
"Situasi itu tidak dapat dihindari, sebab pola bisnisnya sudah bergeser," tambah dia.
Fengsui
Sementara itu, pakar fengsui Mauro Rahardjo di tahun babi tanah ini secara global situasi ekonomi positif. Namun ia menyangsikan kondisi ekonomi di Indonesia, mengingat ada Pemilu dan Pilpres 2019.
Berdasarkan analisis fengsui, ada unsur tanah dan air yang beradu sehingga menimbulkan kekeruhan. Air keruh diartikan sebagai sebuah kegaduhan sosial di masyarakat yang dapat menimbulkan perpecahan.
Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan lebih peka terhadap lingkungan sosial di tahun politik. Jangan mudah terprovokasi oleh isu-isu SARA, ujaran kebencian dan kabar palsu alias hoaks yang marak beredar luas di dunia maya.
"Untuk mengantisipasi air keruh itu, solusinya masyarakat harus berhati-hati dan menahan diri. Jangan mudah termakan hoaks, sehingga sembrono dalam bertindak," kata dia.
Mauro Rahardjo menjelaskan, ada 5 elemen dalam tahun ini, yaitu elemen air, kayu, api, tanah dan logam.
Peluang usaha yang berkembang pada tahun ini sesuai unsur air adalah seperti bisnis perkapalan, tambak, kafe, agen tur perjalanan, perbankan, media digital, IT dan sebagainya.
Sedangkan peluang usaha yang berpotensi berkembang dari unsur tanah yaitu, bidang peternakan, pertanian, pergudangan, perhotelan dan makanan kemasan.
Namun, tantangan dan kendala dalam dunia usaha tahun ini adalah kegaduhan politik yang dapat berdampak pada perekonomian.
Apalagi suhu politik di awal tahun hingga April menjelang hari pencoblosan makin memanas. Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden bersaing ketat untuk menang, bahkan segala cara dilakukan untuk meraih kemenangan tersebut.
"Apalagi kita tahu kedua calon ingin menang, tak ada yang mau kalah, maka mereka akan melakukan segala cara untuk menang, bahkan dengan cara-cara tak terpuji," ujar dia.
"Kuncinya hanya satu, sebelum bertindak masyarakat harus menunggu air jernih dulu. Sebab ini tahun politik, jangan sampai terjadi perpecahan.”