Suara.com - Ekonom dari Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Faisal Basri menyebut, Indonesia butuh pemimpin yang bisa membangun Pertamina agar terintegrasi dengan industri.
Maksudnya, sambung dia, membangun Pertamina tidak hanya mengilang minyak, tetapi mengolah menjadi bahan baku energi untuk industri. Saat ini, Pertamina sibuk mengurusi kebijakan-kebijakan pemerintah.
"Pertamina enggak bisa (integrasi dengan industri) karena dananya dipakai buat subsidi, BBM satu harga. Jadi wajib ada visi industri dari Pertamina. Kalau lanjut begini ngapain pilih Jokowi. Kalau Prabowo enggak punya visi ngapain dipilih," ujarnya dalam sebuah diskusi di Nifarro Park, Jakarta Selatan, Kamis (14/2/2019).
Menurut Faisal, saat ini sebenarnya Indonesia punya potensi untuk mengintegrasikan kilang minyak dengan industri. Sayangnya, kata dia, pemerintah tidak memanfaatkan hal tersebut.
Baca Juga: Canon EOS RP, Kamera Mirrorless Murah Bersensor Full-frame, Diluncurkan
Contohnya, kilang minyak Pertamina di Tuban yang bisa dintergrasikan dengan industri petrokimia yang ada di daerah tersebut.
Namun, Pertamina tidak memanfaatkan keadaan itu untuk mengolah minyaknya untuk menjadi Nafta sebagai bahan baku industri Petrokimia.
"Kalau kita punya minyak dibawa ke kilang menghasilkan BBM, dikirim. Antara petrokimia dan kilang harus terintegrasi. Tidak terintegrasi total. Ini bakal memberi keleluasaan kepada para pemburu rente," jelas dia.
Faisal mengatakan, ketidakjeliaan pemerintah terkait integrasi Pertamina dengan industri tersebut dimanfaatkan oleh Singapura.
Dia menambahkan, Singapura sekarang mendulang keuntungan karena menjual Nafta ke industri Petrokimia di Indonesia. Padahal, bahan baku Nafta berasal dari Pertamina.
Baca Juga: Indra Sjafri Serahkan Ban Kapten Timnas Indonesia U-22 ke Andy Setyo
"Enggak boleh begini dalam bernegara. Sumber daya alam diperlakukan sebagai komoditi. Harusnya dijadikan ujung tombak pembangunan nasional menggerakan seluruh sektor ekonomi.”