Suara.com - United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), sebuah lembaga perdagangan dan pembangunan di bawah PBB, memeringatkan adanya efek negatif jika perang dagang antara Amerika Serikat dan China terus berlanjut.
Dilansir melalui Reuters, AS berencana kembali menaikkan tarif masuk atas barang impor China pada bulan depan jika tidak ada kesepakatan dari kedua negara. Menurut studi UNCTAD, hal ini akan memicu kemerosotan ekonomi dan menyebabkan ekspor China sebesar 200 miliar dolar AS akan diambil oleh negara-negara lain.
Amerika Serikat memungut bea tambahan antara 10 persen dan 25 persen atas barang-barang asal China senilai 250 miliar dolar AS pada tahun lalu, dengan alasan China menjalankan praktik perdagangan yang tidak adil. Adapun tarif impor 10 persen tersebut akan dinaikan menjadi 25 persen kecuali ada kemajuan signifikan pada kesepakatan perdagangan sebelum 1 Maret 2019.
“Implikasinya akan sangat besar," ungkap Kepala Perdagangan Internasional UNCTAD Pamela Coke-Hamilton.
Baca Juga: Ada-Ada Saja, Selebgram Pamer Peti Mati Mewah di Sosmed
Pamela mengatakan, kenaikan tarif AS dan langkah pembalasan oleh China akan memicu penurunan ekonomi karena ketidakstabilan di pasar komoditas dan keuangan. Sementara langkah perusahaan untuk beradaptasi akan memberikan tekanan pada pertumbuhan global.
“Akan ada perang mata uang dan devaluasi, stagflasi yang mengarah pada kehilangan pekerjaan dan pengangguran yang lebih tinggi, dan yang lebih penting, kemungkinan efek penularan, atau apa yang kita sebut efek reaksioner, yang mengarah ke langkah distorsi perdagangan lainnya," katanya.