Suara.com - Produsen garmen di Bangladesh yang memasok produk H&M melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya.
Hal ini dilakukan setelah para karyawan ikut melakukan protes dan unjuk rasa soal kenaikan upah.
Setidaknya tiga pabrik di Bangladesh melakukan PHK berhari-hari, setelah gelombang demo buruh yang membuat bentrokan antara polisi dan para pekerja pecah.
"Pekerja yang meneriakan slogan atau meninggalkan pabrik dan bergabung dalam prosesi untuk menuntut kenaikan upah, dan mereka yang memiliki hubungan dengan badan perdagangan, sekarang kehilangan pekerjaan," kata Kepala Pusat Serikat Buruh Pekerja Garmen Bangladesh, Kazi Ruhul Amin seperti dilansir Reuters, Kamis (7/2/2019).
Baca Juga: Program Tol Laut Jokowi Sempat Jadi Bahan Olok-olok, Nyatanya...
PHK terjadi setelah berhari-hari protes dan bentrokan antara polisi dan pekerja pada Januari yang mendorong pemerintah untuk campur tangan dan memaksa produsen untuk menaikan upah.
Federasi Pekerja Garmen dan Industri Bangladesh melaporkan sedikitnya 7.580 pekerja dari 27 pabrik telah diberhentikan dalam beberapa pekan terakhir.
Industri garmen readymade di Bangladesh menyumbang 80 persen volume ekspor dari negara itu. Dan angka tersebut menjadikan Bangladesh pengekspor garmen terbesar kedua di dunia setelah China.
Seorang pejabat senior di Kementerian Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan Bangladesh menolak mengomentari PHK tersebut.
Adapun tiga produsen lainnya yang melakukan pemecatan yaitu Crony Group, East West Industrial Park Ltd dan Metro Knitting & Dyeing Mills Ltd.
Baca Juga: Wapres JK: Jalan MH Thamrin Seperti di Singapura, Priok Seperti Bangladesh
Produsen garmen itu mencantumkan label H&M Swedia dan pengecer pakaian Inggris sebagai klien di situs web mereka.