Suara.com - Jaminan sosial merupakan hak setiap warga negara untuk mendapatkan kepastian atas perlindungan dan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Program jaminan sosial yang dimaksud dalam hal ini mencakup jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan pensiun.
Negara menjamin kepastian tersebut dengan membentuk lembaga penyelenggara jaminan sosial sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan adalah 2 lembaga jaminan sosial yang resmi dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Masing-masing lembaga memiliki tugas dalam memberikan perlindungan jaminan sosial bagi warga negara Indonesia dan bersifat nirlaba.
BPJS Kesehatan menjalankan fungsinya untuk menjamin pemberian layanan dan perlindungan atas risiko gangguan kesehatan, sementara BPJS Ketenagakerjaan secara spesifik memberikan perlindungan kepada seluruh pekerja di Indonesia dengan 4 program jaminan sosial ketenagakerjaan selain program kesehatan.
Ditemui di sela peninjauan pasien kecelakaan kerja di RS OMNI Alam Sutera, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, menjelaskan pentingnya seluruh pekerja mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Gandeng BPJS Ketenagakerjaan, Cermati.com Luncurkan Layanan Digital
“Salah satu contoh adalah jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan yang dialami Donny Saputra Listi yang merupakan non ASN Dinas Pemadam Kebakaran Kota Tangerang Selatan. Donny mengalami kecelakaan saat bekerja dimana mobil Damkar yang ditumpangi terbalik dan mengakibatkan yang bersangkutan mengalami pendarahan di
otak dan harus dilakukan tindakan operasi bedah kepala. Ia merupakan pekerja Non ASN yang dilindungi BPJS Ketenagakerjaan. Semua risiko yang terjadi saat yang bersangkutan bekerja sudah menjadi tanggung jawab kami, dan kami akan memberikan pelayanan yang optimal sampai pekerja sembuh, tanpa batasan biaya,” terang Agus.
“Yang dimaksud seluruh pekerja di sini adalah orang yang mendapatkan penghasilan, baik yang menerima upah ataupun bukan penerima upah, pekerja formal ataupun informal, non Aparatur Sipil Negera, hingga buruh harian lepas, wajib berdasarkan undang-undang untuk memiliki perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan,“ tuturnya.
Ia menegaskan bahwa hingga akhir Desember 2018, jumlah pekerja di Indonesia yang telah memiliki perlindungan program BPJS Ketenagakerjaan mencapai 50 juta pekerja, dimana 1,5 juta pekerja di antaranya merupakan pegawai non ASN.
Peraturan Pemerintah (PP) 49 tahun 2018 yang baru disahkan pemerintah juga menegaskan bahwa perlindungan jaminan sosial bagi PPPK dan Non ASN dilaksanakan sesuai sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Sesuai UU, SJSN dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
“Pemberian layanan dan kepastian manfaat yang didapatkan oleh peserta serta relasi yang baik dengan pemerintah daerah tentunya menjadi jawaban atas pencapaian jumlah pegawai non ASN yang cukup tinggi, meskipun masih banyak hal lain yang perlu diperhatikan agar implementasi perlindungan bagi seluruh pekerja non ASN dapat terwujud”, tukas Agus.
Baca Juga: Layanan Digital Cermati.com dan BPJS Ketenagakerjaan Diluncurkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menunjuk BPJS Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bukan tidak beralasan, sebab BPJS Ketenagakerjaan memiliki pengalaman puluhan tahun dan tercatat sangat baik dalam menjalankan tugasnya. Dengan sifatnya yang nirlaba, BPJS memastikan dengan iuran yang tidak memberatkan dan harus dikelola dengan optimal untuk kepentingan peserta, termasuk terus meningkatkan manfaat, bukan untuk mencari keuntungan.