Suara.com - Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) M Feriadi menyebutkan, tarif surat muatan udara (SMU) atau kargo udara naik hingga 300 persen.
Kenaikan tarif kargo udara tersebut dikatakan Feriadi terjadi sejak Juni 2018.
Feriadi mencontohkan kenaikan tarif SMU pada maskapai Garuda Indonesia. Maskapai pelat merah itu telah menaikan tarif SMU mulai Juni 2018, kemudian di Oktober 2018 tarif SMU kembali naik sebanyak dua kali.
Selanjutnya, pada November 2018 kembali naik dan terakhir pada Januari 2019 kembali naik sebanyak dua kali. Sehingga jika ditotal, Garuda Indonesia telah menaikan tarif SMU sebanyak enam kali.
Baca Juga: Program Tol Laut Jokowi Sempat Jadi Bahan Olok-olok, Nyatanya...
"Persentase kenaikan total mencapai lebih dari 300 persen. Makanya tinggi sekali. kenaikan itu terjadi pertama sejak Juni 2018. Sampai Januari ini naik dua kali total 300 persen lebih," ujarnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
Menurut Feriadi, kenaikan tarif SMU akan berdampak langsung kepada pengguna jasa pengiriman. Pasalnya, yang menanggung kenaikan tarif SMU adalah pengguna jasa.
Akibat dari kenaikan tersebut, Asperindo pada Desember 2018 juga telah menaikan ongkos kirim sebesar 20 persen.
"Pada akhirnya, yang harus menanggung user yang ada di belakang kita. User keberatan di saat sekarang ini UMKM tumbuh dan mulai menjual produknya, sekarang mereka mulai mengatakan beban sangat berat. Biaya kirim bisa berkali-kali lipat daripada harga produknya," tutur dia.
Feriadi yang juga menjabat sebagai Direktur Utama JNE ini menambahkan, kenaikan tarif SMU ini juga akan membuat industri UMKM tertekan.
Baca Juga: Biaya Kargo Pesawat Naik, Tarif Ongkos Kirim JNE Naik 20 Persen
Karena, UMKM bakal enggan memproduksi barangnya lebih banyak lagi imbas dari naiknya ongkos kirim.