Suara.com - Menteri Keungan Sri Mulyani Indrawati kembali digempur permasalahan utang negara. Setelah Prabowo Subianto menyebut dirinya Menteri Pencetak Utang, kini giliran ekonom Faisal Basri yang mengritik soal bebang bunga utang.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) itu menyebut permasalahan Indonesia bukan pembayaran utang, tetapi beban bunga utang.
Meskipun utang pemerintah dalam jangka waktu 2014-2018 naik 64 persen jadi Rp 4.416 triliun, tetapi pembayaran beban bunga utang tumbuh paling tinggi 94 persen.
Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani meminta para ekonom tidak melihat utang dari sisi nominalnya. Jika dilihat dari sisi nominal, Sri Mulyani tidak menampik adanya kenaikan utang maupun beban bunga utang.
Baca Juga: Sosok Asep Maulana, Tukang Cilok Mirip Shahrukh Khan
"Kalau nominal defisit APBN selalu ada, kan nominal bertambah. Namun, yang harus dilihat, yang dibandingkan itu ya tidak hanya nominal. Kalau nominalnya ini bergerak tapi nominal lain tidak dilihat, itu kan jadi membingungkan, atau cenderung dianggap untuk menakut-nakuti masyarakat," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (29/1/2019).
Menurut Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, apa yang dikatakan Faisal Basri itu bukan sesuatu hal baru.
Harusnya, kata Sri Mulyani, para ekonom bisa melihat manfaat dari utang tersebut bagi perekonomian Indonesia.
Dia menambahkan, pemerintah selama ini menggunakan utang untuk hal produktif seperti pembangunan infrastruktur.
"Waktu tahun 2014-2015, apakah dia (utang) mampu membangun infrastruktur, apakah Indonesia mampu mengurangi kemiskinan, apakah bisa menjaga pertumbuhan ekonomi. Itu semuanya kan tujuannya. Jadi kalo cuma melihat dari utangnya saja, jadi kehilangan konteksnya.”
Baca Juga: Hanya Butuh 20 Menit, Begini Modus Pencurian Modul BTS Provider di Bogor