Aturan DP 0 Persen Kendaraan dari OJK Bakal Digugat YLKI, Ini Alasannya

Jum'at, 25 Januari 2019 | 14:05 WIB
Aturan DP 0 Persen Kendaraan dari OJK Bakal Digugat YLKI, Ini Alasannya
Ilustrasi kredit kendaraan. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bakal menggugat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan Mahkamah Agung.

Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi menuturkan, dalam kebijakan tersebut memang akan membuat konsumen mudah memiliki kendaraan.

Akan tetapi, dengan Down Payment (DP) 0 persen konsumen akan mendapatkan biaya cicilan yang tinggi. Sehingga, hal tersebut dirasa bakal memberatkan konsumen.

"Soal POJK 35 kita menolak keras. Nanti kita akan rencana uji materi MA dengan POJK 35 2018, karena ini iming-iming DP 0 persen menyimpang hak konsumen. Kita sedang dalami dengan teman-teman yang lain. Kami kecewa dengan OJK," ujarnya di Kantor YLKI, Jalan Pancoran Barat, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).

Baca Juga: Simak Vlog Ahok Pertama Setelah Bebas Penjara, BTP Vlog #1 - Pulang

Dalam aturan itu, perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio pembiayaan bermasalah (Non performing Financing/NPF) lebih rendah atau sama dengan satu persen dapat menerapkan ketentuan uang muka untuk seluruh jenis kendaraan, baik motor maupun mobil sebesar nol persen.

Menurut Tulus, poin peraturan tersebut juga bisa dimanipulasi oleh perusahaan multifinance. Perusahaan multifinance tetap bisa memberikan DP 0 persen, meskipun tingkat kredit macetnya tinggi.

"Syarat khusus gampang diakali dengan NPF kredit macet yang kurang 1 persen itu bisa diakali walaupun dia NPF tinggi dia tetap bisa kasih DP 0 persen. Tanpa uang muka pun bisa. Jadi ini saya kira di lapangan akan memberatkan konsumen ini juga kontra produktif," tutur dia.

Tulus pun menduga peraturan tersebut sengaja dibuat OJK untuk menguntungkan perusahaan multifinance.

"Kita duga ini bentuk konflik of interest antara OJK dan industri finansial sehingga ini sangat menguntungkan mereka. Karena OJK hidupnya dari industri finansial. Jadi bagaimana mereka awasi dengan baik objektif profesional lalu biayanya dari industrinya, sehingga kalau mau jadi pengawas dia dibiayai APBN harusnya," pungkas dia.

Baca Juga: Pesan Jokowi, Sertifikat Tanah Gratis Jangan Buru-buru Digadaikan ke Bank

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI