Suara.com - Kenaikan tarif tiket pesawat tidak selamanya membuat untung maskapai. Menurut Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesian National Air Carrier (Inaca), maskapai malah rugi meskipun mematok tarif tinggi.
Ketua Umum Inaca I Gusti Ngurah Askhara menerangkan, kerugian itu masih terjadi meski sudah menaikkan tarif tiket pesawat karena tingginya biaya operasional.
Sementara di lain sisi, sejak tahun 2016, pemerintah tak pernah membuat kebijakan untuk menaikkan tarif batas atas tiket pesawat.
Untuk diketahui, tarif batas tiket pesawat diatur dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Perhitungan Formula Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri.
Baca Juga: Usai Tanda Tangan Kontrak, Ivan Kolev Langsung Pantau Latihan Persija
"Jadi maskapai komposisi atau slot (tarif yang rendah) 30 persen. Itu batas kemampuan mereka. Itu batas yang mereka bisa kompensasikan supaya tidak rugi. Itu saya yakin untuk memuaskan masyarakat. Saya tahu, dengan tarif batas atas saja, maskapai masih rugi," ujarnya dalam konferensi pers di Restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Meski begitu, Bos Garuda Indonesia itu tidak memaksa pemerintah untuk menaikan tarif batas atas tiket pesawat. Pasalnya, kalau mematok harga tinggi, membuat daya beli publik turun.
"Makanya kami tidak mendemo pemerintah," tukasnya.
Ari menambahkan, maskapai kekinian hanya mengandalkan berinovasi mencari pendapatan lain. Misalnya, Lion Air dan Citilink yang mulai menerapkan bagasi berbayar.
"Kami mendapatkan pendapatan lain dari tiket dan itu masih fluktuatif. Seperti Lion Air dan Citilink dapat dari kargo, sementara Garuda dari bisnis kargo dan periklanan.”
Baca Juga: Prostitusi Vanessa Angel, MUI Jatim: Yang Pesan dan Dipesan Harus Dijerat