Pengamat Sebut Jokowi Goblok soal Freeport, Sri Mulyani Ingat Pesan Ibu

Kamis, 27 Desember 2018 | 17:07 WIB
Pengamat Sebut Jokowi Goblok soal Freeport, Sri Mulyani Ingat Pesan Ibu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. [Suara.com/Dian Kusumo Hapsari]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut berkomentar terkait pembelian saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) (Inalum).

Melalui akun Facebooknya, mantan Direktur Pelaksana World Bank ini berkisah, proses pengambil alihan saham Freeport Indonesia yang tidak mudah dan melalui proses yang panjang.

"Kalau ada pengamat menyampaikan bahwa yang diperjuangkan dan dilakukan oleh pemerintah dibawah Presiden Jokowi adalah tindakan dan keputusan goblok, saya hanya ingat nasihat almarhum ibu saya. Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk, semakin kosong semakin jumawa," kata Sri Mulyani.

Menurut dia, proses pengambilan alihan saham Freeport Indonesia ini sudah dimulai sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada saat itu, pemerintahan SBY mengeluarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Penambangan Mineral dan Batubara yang mengharuskan semua kontrak karya diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Hingga Pemerintahan SBY berakhir 2014, tidak terjadi kesepakatan antara Pemerintahan RI dengan FCX (Freeport McMoran) mengenai perpanjangan KK dan pengubahan KK menjadi IUPK," ujar Sri Mulyani.

Dengan begitu, tugas ini dipikul oleh Presiden Jokowi semenjak terpilih sebagai Presiden tahun 2014.

Presiden Jokowi menugaskan para menteri melakukan negosiasi kontrak Freeport yang menyangkut empat hal yang tidak terpisahkan (satu paket).

Pertama keharusan Freeport McMoran (FCX) melakukan divestasi 51% kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (FI) ke Indonesia.

Kedua, keharusan FCX untuk membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun semenjak persetujuan perpanjangan operasi ditandatangani.

Ketiga, keharusan FCX membayar lebih besar bagi penerimaan negara (Perpajakan Pusat dan Daerah dan PNBP - Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Kemudian, keempat perpanjangan operasi 2 kali 10 tahun hingga 2041 diatur dalam skema IUPK sebagai pengganti Kontrak Karya.

"Tugas tersebut tidaklah mudah, dan sungguh kompleks, karena segala urusan menyangkut operasi Freeport di Papua adalah selalu sensitif secara politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan. Berbagai kepentingan sudah mengakar tidak hanya dari dalam negeri namun juga menyangkut perusahaan global FCX yang listed di New York Amerika Serikat," tutur dia.

Wanita yang akrab di sapa Ani ini menyebut, divestasi pernah dicoba dilakukan pada masa lalu, namun gagal dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

Selain itu, pembangunan smelter juga sudah diupayakan semenjak masa lalu, namun tidak pernah terjadi dengan berbagai alasan.

Yang patut digarisbawahi, Presiden Jokowi memberikan arahan yang tegas bahwa kita bekerja hanya dengan satu tujuan yaitu memperjuangkan untuk sebesar-besar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan rakyat Papua, tidak ada kepentingan pribadi atau kelompok yang boleh menunggangi.

Alhasil, saat ini pemerintah melalui Inalum sudah berhasil divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia. Selain itu, Freeport juga komitmen membangun smelter. Tidak hanya itu ada kepastian penerimaan negara dan investasi.

"Ini adalah hasil kerja keras penuh profesionalisme dan integritas serta dedikasi dari seluruh komponen bangsa yang ingin memperjuangkan dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia. Indonesia boleh bangga dengan hasil terbaik yang dipersembahkan anak-anak bangsanya," pungkas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI