Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut berkomentar terkait pembelian saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) (Inalum).
Melalui akun Facebooknya, mantan Direktur Pelaksana World Bank ini berkisah, proses pengambil alihan saham Freeport Indonesia yang tidak mudah dan melalui proses yang panjang.
"Kalau ada pengamat menyampaikan bahwa yang diperjuangkan dan dilakukan oleh pemerintah dibawah Presiden Jokowi adalah tindakan dan keputusan goblok, saya hanya ingat nasihat almarhum ibu saya. Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk, semakin kosong semakin jumawa," kata Sri Mulyani.
Menurut dia, proses pengambilan alihan saham Freeport Indonesia ini sudah dimulai sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pada saat itu, pemerintahan SBY mengeluarkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Penambangan Mineral dan Batubara yang mengharuskan semua kontrak karya diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Hingga Pemerintahan SBY berakhir 2014, tidak terjadi kesepakatan antara Pemerintahan RI dengan FCX (Freeport McMoran) mengenai perpanjangan KK dan pengubahan KK menjadi IUPK," ujar Sri Mulyani.
Dengan begitu, tugas ini dipikul oleh Presiden Jokowi semenjak terpilih sebagai Presiden tahun 2014.
Presiden Jokowi menugaskan para menteri melakukan negosiasi kontrak Freeport yang menyangkut empat hal yang tidak terpisahkan (satu paket).
Pertama keharusan Freeport McMoran (FCX) melakukan divestasi 51% kepemilikan saham PT Freeport Indonesia (FI) ke Indonesia.
Kedua, keharusan FCX untuk membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun semenjak persetujuan perpanjangan operasi ditandatangani.