Suara.com - Manamen PT KAI dan PT KCI pada pertengahan 2019 nanti rencananya akan meluncurkan jenis KRL premium. Kebijakan ini digulirkan atas permintaan Menteri Perhubungan dan Meneg BUMN.
Manajemen KAI mengklaim kehadiran KRL premium tidak akan mengganggu KRL reguler.
Namun tidak bagi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Oleh YLKI langkah itu justru disebut sebagai kemunduran dalam pengelolaan kereta api di Indonesia.
Melalui rilis yang diterima Suara.com, Sabtu (22/12/2018), Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, dari sisi manajemen kereta commuter, ini justru langkah mundur, setback. Di dunia manapun kereta commuter tidak ada kategori kelas, tidak ada premium, tidak ada express, dan sejenisnya.
"Yang sekarang ini sudah benar, kok mau diruntuhkan lagi. Aneh bin ajaib," katanya.
Baca Juga: Jokowi Janjikan Dana Kelurahan Cair di 2019
Menurut dia, kehadiran KRL Premium hanya akan meminggirkan KRL reguler saja. Apapun alasannya, karena apa yang dilakukan managemen KAI adalah menyalahi pakem. Dampak pemberlakuan KRL premium, adalah potensi pelanggaran hak-hak konsumen KRL secara keseluruhan sangat besar.
Lebih jauh, seharusnya PT KAI/PT KCI fokus pembenahan pelayanan secara keseluruhan. Seperti memperbaiki infrastruktur dan atau menambah rangkaian.
"Dengan demikian headway KRL akan lebih singkat, cabin service akan lebih bagus, dan waktu tempuh yang lebih presisi. Sehingga KRL sebagai angkutan massal bisa mengangkut penumpang lebih banyak, dengan keandalan dan pelayanan yang prima," katanya.
YLKI juga menduga, saat ini finansial PT KAI tertekan hebat karena beberapa hal. Seperti akibat dipaksa harus menghandle proyek LRT Jabodebek, dana PSO yang terlambat dicairkan atau bahkan dana IMO yang belum dibayar pemerintah. Sehingga PT KAI berupaya atau diminta menambal pendapatannya dengan mengoperasikan KRL premium.
Jika alasan PT KAI ingin menambah revenue di luar pendapatan tiket (non fare box), PT KAI bisa melakukan di sektor properti atau iklan.
Baca Juga: Ombudsman: Pelimpahan BP Batam ke Pemda Sarat Muatan Politis
"Asal jangan iklan rokok, karena melanggar regulasi," ucap Tulus.