Suara.com - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan hidup dan aktivis anti korupsi mengungkapkan adanya konflik kepentingan politik di bisnis sektor pertambangan batubara.
Hal itu berdasarkan laporan terbaru bertajuk Coalruption : Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara yang dikeluarkan oleh Greenpeace, Auriga, JATAM, dan ICW.
Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya menuturkan, laporan tersebut mengungkap bagaimana elite politik atau politically exposed persons menyatukan kepentingan bisnis dan politik di sektor pertambangan batubara.
Salah satunya, Tata menyebutkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan yang membawahi sektor pertambangan dan energi itu merupakan pemegang saham PT Toba Sejahtera.
Tata menyebutkan, perusahaan milik Luhut tersebut juga memiliki sejumlah anak perusahaan yang terlibat dalam pertambangan batubara dan PLTU.
Bahkan, beberapa politically-exposed persons (PEPs) lainnya juga terhubungkan dengan kelompok bisnis tersebut, termasuk anggota keluarga Luhut, mantan menteri serta pejabat tinggi lainnya, dan pensiunan jenderal.
“Elite nasional bersekongkol dengan elite daerah dalam bisnis batubara. Ini merupakan lanskap baru di mana desentralisasi membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih politis dan meningkatkan kekuasaan diskresioner para pejabat daerah, dan kedua hal ini meningkatkan risiko terjadinya korupsi," tutur Tata di Kafe Paradigma, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2018).
Sementara itu, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas menilai lemahnya sistem pencegahan korupsi dan aspek yudisial secara umum dipandang telah menurunkan kemampuan pemerintah untuk dapat mendeteksi, mencegah, dan menghukum koruptor secara efektif.
Selain itu, proses pengambilan keputusan dinilainya juga sangat terpolitisasi dan kekuasaan diskresioner yang dipegang oleh pejabat negara juga meningkatkan faktor risiko terjadinya korupsi.
"Buruknya pengawasan menjadikan pengelolaan SDA Indonesia khususnya batubara, rentan untuk dikorupsi. Lemahnya penegakan hukum membuat bisnis batubara menjadi bancakan oknum pengusaha dan penguasa," imbuhnya.