Suara.com - Di era globalisasi saat ini, media sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Ke depan, pengaruhnya akan semakin kuat, sehingga pariwisata tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa memanfaatkan media.
Hal tersebut dinyatakan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, M. Faozal, dalam Focus Group Discussion (FGD), yang digelar SMSI dan Kemenpar, di Hotel Killa Senggigi Beach, Lombok, Jumat (14/12/2018).
Faozal melanjutkan, pariwisata tanpa media tidak akan jalan, sehingga ia berharap peran media untuk memberitakan yang sebaik-baiknya.
Bencana Lombok digunakan Faozal sebagai benchmark. Menurutnya, beragam cara dilakukan untuk mengatasi krisis tersebut.
Baca Juga: Sukseskan Program Hot Deals Kepri, Kemenpar Beri Penghargaan Stakeholder
Unsur amenitas, atraksi, dan aksesbilitas di Lombok sudah normal seperti sediakala. Tetapi ada hal yang belum teratasi, yaitu memulihkan trauma wisatawan.
“Artinya, masih melakukan kerja keras untuk meyakinkan mereka. Siapa yang bisa meyakinkan? Ya, media. Soal pemberitaan, di mana para media memberitakan soal pariwisata yang baik-baik, sesuai fakta yang saat ini terjadi pasca bencana,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua HPI Provinsi Nusa tenggara Barat, Ainuddin, menambahkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menciptakan jurnalisme yang ramah pariwisata. Di antaranya, ruang lingkup, sumber berita, metodologi pengumpulan serta pertanggungjawaban media atau organisasi.
“Ketika media memberitakan yang tidak baik, akan berdampak ke pariwisata. Seperti apa dan bagaimana media ini memberitakan, harus ditegaskan lagi,” tuturnya.
Gerakan Jurnalisme Ramah Pariwisata ini memang sudah ditunggu-tunggu. Ini adalah langkah untuk membuat kesepakatan, komitmen bersama untuk membangun pariwisata.
Baca Juga: Pacu Kunjungan Wisman, Kemenpar Siapkan Workshop Buat Diplomat
“Tanpa dukungan media, pariwisata tidak ada apa-apa. Peran media sangat penting dalam pemberitaan yang baik dan benar. Sangat diharapkan bisa terjadi di daerah kita, yaitu Lombok,” tambah I Gusti Lanang, Ketua BDP PHRI Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sementara Ketua Umum SMSI, Auri Jaya mengatakan, tingginya akses pada media digital menjadi pemicu maraknya penyebaran hoaks.
“Perlu dipertegas regulasi yang mengatur penggunaan media sosial dan penyebaran berita-berita yang tidak benar. Apalagi saat ini, akses menuju media digital menjadi pendorong maraknya penyebaran hoaks. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian pemerintah," kata Auri.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya mengatakan, media adalah garda terdepan untuk menangkal hoaks.
“Pariwisata sangat rentan terhadap hoaks dan salah satu cara menangkalnya melalui media. Butuh sinergi antara jurnalisme dengan pariwisata. Mengapa? Karena pariwisata membutuhkan citra baik dan hal tersebut bisa diciptakan media,” katanya.