Suara.com - Mendengar nama Pasar Cicadas, bayangan kita akan langsung tertuju aksi sangar para preman dan sikap intimidatif yang dilakukan rentenir. Bayangan kelam itu tidak terlalu berlebihan, karena Pasar Cicadas yang berada di Jalan Cikutra, Cicadas, Bandung, memang identik dengan ulah para preman dan rentenir.
Sebagian besar pedagang juga mengakui, kedua "sampah masyarakat" itu sudah mengakar dan menjadi bagian dari aliran darah yang menggerakkan jalannya roda perekonomian di pasar itu.
"Betul. Di sini memang gudangnya preman dan rentenir. Sampai sekarang. Tapi mereka tidak lagi jahat, mereka sudah pensiun," kata Bendahara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Mandiri, Sudarman (73), yang didampingi Sekretaris Tati Mulyati saat ditemui di Pasar Cicadas, Rabu (1/8/2018).
Justru dengan adanya preman dan rentenir ini, diakui Sudarman, akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya koperasi yang dikelolanya.
Baca Juga: Koperasi KSU Monjari 45 Terbantu dengan Bunga Rendah LPDB
"Banyak pertentangan dan persinggungan di sini. Tapi itu hanya bulan-bulan pertama pembentukan koperasi di tahun 2004," katanya.
Dengan gaya preman dan gaya rentenir juga, Sudarman melakukan pendekatan kepada mereka. Akhirnya terbentuklah koperasi dan anggotanya para pedagang dan para preman serta rentenir.
Dengan modal seadanya, koperasi ini bisa hidup dan berjalan. Bahkan bisa memutar dana hingga ratusan juta.
Saat ini, dengan anggota sekitar 600 orang, koperasi bisa mengumpulkan aset lebih dari Rp 4 miliar.
Sudarman mengakui, tanpa adanya pinjaman berbunga rendah dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (LPDB-KUMKM), pihaknya akan kesulitan mencari talangan dana. Apalagi saat menjelang Ramadan, karena biasanya pedagang mengambil uang tabungan dan meminjam lebih banyak dari biasanya untuk kebutuhan modal usaha.
Baca Juga: LPDB-KUMKM Perkuat Modal KSU Jatirogo
Pada pinjaman pertama, KSP Sejahtera Mandiri mendapat Rp125 juta. Pinjaman itu berhasil dikembalikan sesuai waktu yang ditentukan.
Selanjutnya, koperasi mengajukan pinjaman kedua sebesar Rp350 juta, namun hanya disetujui Rp150 juta.
"Itu kami kembalikan lebih cepat dari waktu yang ditentukannya," katanya.
Sebagai koperasi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan pedagang, Sudarman mengakui jika kebutuhan saat ini semakin tinggi. Perputaran dana yang dimiliki koperasi memang akan bisa meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggota, namun itu akan memerlukan waktu yang lama.
Karena itu, pihaknya berharap agar LPDB bisa memberikan pinjaman lebih besar lagi kepada koperasinya.
"Kami ingin menjadi koperasi mandiri dengan modal yang kami miliki sendiri. Namun itu tidak gampang dan kami tetap butuh bantuan dari pihak ketiga yang memiliki bungan rendah dan itu hanya dari LPDB," katanya.
Ia juga meminta, LPDB bisa memberikan kemudahan dan mempercepat proses pencarian pinjaman bagi koperasi yang telah memiliki catatan baik di mata LPDB.
"Kami yang telah dua kali meminjam dan mengembalikan dengan cepat, seharusnya bisa dipercepat juga pencarian untuk pinjaman berikutnya," katanya.