Suara.com - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengaku pesimis kebijakan pemerintah terkait relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) bakal dilirik oleh asing.
Menurut Bhima, pemerintah tidak berkaca dari kebijakan DNI yang dikeluarkan pada 2016. Dimana bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI tidak begitu diminati investor asing.
“Dulu pernah dilakukan, kalau tidak salah ada 51 sektor usaha yang dibuka, tapi dalam praktiknya tidak laku, tidak dilirik oleh investor asing. Kenapa hal itu dilakukan lagi,” kata Bhima saat dihubungi Suara.com, Kamis (22/11/2018).
Bhima melihat keluarnya beberapa bidang usaha dari DNI tidak memberikan dampak pada arus masuk investasi. Pertumbuhan realisasi investasi tidak signifikan.
Pada kuartal III-2018 tercatat investasi langsung (foreign direct investment) anjlok 20,2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Oleh sebab itu, Bhima menilai, apa yang dilakukan pemerintah saat ini hanya bersifat jangka pendek saja tidak berkelanjutan.
“Kalau untuk menekan defisit tidak bisa menggunakan jangka pendek, jadi saya heran kenapa aturan itu dikeluarkan,” katanya.
Pemerintah harusnya membenahi masalah struktural seperti perizinan usaha yang rumit, administrasi perpajakan, birokrasi yang lambat, pembebasan lahan yang lama hingga masalah korupsi.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid 16. Dalam paket tersebut, ada tiga kebijakan yang dikeluarkan, salah satunya adalah relaksasi aturan daftar negatif investasi (DNI).
Pemerintah memastikan ada 25 bidang usaha dari sebelumnya 54 bidang usaha yang mengalami revisi DNI tersebut 100 persen boleh dimiliki oleh investor asing melalui Penanaman Modal Asing (PMA). 25 bidang usaha tersebut sebelumnya sudah terbuka untuk asing tapi porsi investasinya belum mencapai 100 persen.