Suara.com - Banyak yang mengira ditutupnya operasional Uber di Asia Tenggara bakal bisa merampingkan efektivitas layanan perusahaan. Namun kenyataannya, Uber tetap merugi.
Dilansir melalui Reuters, layanan transportasi online dan on demand asal Negeri Paman Sam tersebut, baru saja mengumumkan kerugian besar hingga 1,07 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 15,7 triliun.
Bisnis Uber melambat secara signifikan karena perusahaan angkutan online ini lebih banyak mengeluarkan budget untuk mendorong pertumbuhan bisnis global, terutama dalam mengembangkan bisnis pengiriman makanan dan pengangkutan kargo.
Meski merugi, perusahaan bernilai 78 miliar dolar AS ini masih punya kesempatan untuk tumbuh. Direktur Keuangan Uber Nelson Chai mengatakan, Uber berpeluang besar untuk menjadi pemimpin jasa angkutan online di pasar India dan Timur Tengah.
Baca Juga: Uber Ingin Lanjutkan Pengujian Kendaraan Swakemudinya
“Kami memiliki perolehan kuartal yang kuat, baik dari sisi ukuran bisnis maupun lingkup pasar global," katanya.
Jika kerugian perusahaan berlanjut, Uber akan melebur dengan perusahaan saingannya yang ada di India dan Timur Tengah. Seperti jasa angkutan Ola yang berbasis di India. Apalagi mereka sama-sama mendapatkan pendanaan dari SoftBank Group Corp.
Sementara untuk pendapatan total Uber tercetak di angka 2,95 triliun dolar AS, yang naik sebanyak 5 persen dari kuartal sebelumnya dan 38 persen dari 2017.