Suara.com - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendorong mangga gedong dan manggis bisa menembus ekspor Jepang yang selama ini terkenal sulit menerima komoditas buah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Iwa Karniwa di Bandung, Jabar, Kamis, mengatakan selama ini komoditas buah-buahan agak sulit menembus Jepang, karena sejumlah persyaratan yang ketat. Pihaknya kali ini lebih optimis karena dari Jepang Indonesia Comittee akan beraudiensi.
"Ekspor itu paling sulit ke Jepang, tapi dengan adanya rencana Jepang investasi kami siapkan dua komoditas saja," kata dia.
Menurut dia, dua komoditas yang disiapkan yakni mangga gedong gincu dan manggis yang berasal dari kawasan utara Jabar dan Priangan. Rencananya pihak pengusaha Jepang akan diarahkan sebagai investor komoditas ini lewat skema inti plasma.
"Jadi kami harapkan Jepang sebagai pembeli dan kalau dimungkinkan jadi investor inti plasma," tuturnya.
Dia menilai skema inti plasma bisa menjamin kepastian bagi petani komoditas tersebut mengingat ada kepastian pasar, harga, dan pembeli. Pemprov yakin dengan cara ini maka kesempatan petani mendapat penghasilan tinggi sangat terbuka.
"Karena harga ekspor itu mahal, bisa Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per kilo, itu untuk manggis," ujarnya.
Saat ini komoditas tersebut di pasar lokal hanya dihargai Rp 7.000 hingga Rp 11.000 per kilogram. Jepang menjadi pasar potensial, mengingat buah-buahan ini lebih banyak diterima pasar ekspor Cina, Hongkong, Belanda, hingga Perancis.
"Kami juga tingkatkan pertanian yang berdaya saing sehingga bisa meningkatkan cadangan devisa," tuturnya.
Iwa mengaku Pemprov Jabar sudah menyiapkan kesediaan lahan dan berapa banyak tanaman mangga gedong dan manggis. Untuk mangga gedong saat ini tercatat kontribusi terbesar datang dari Majalengka yang mencapai 403.000 pohon, dengan luas lahan 4.033 hektare, dan produksi mencapai 325.457 ton per tahun.
"Nilai ekspor mangga gedong baru mencapai 638.136 dolar AS, Jepang masih belum menerima untuk mangga," katanya.
Sementara produksi manggis paling tinggi berasal dari Tasikmalaya yang memiliki 431.000 pohon dan luasan hingga 4.313 hektare, produksinya hingga 28.693 ton. Tasikmalaya menurutnya menyumbang 45 persen produksi manggis Jabar.
"Lahan di Tasikmalaya masih sangat luas dan cocok untuk budi daya manggis," katanya.
Menurutnya komoditas mangga gedong tersebar di wilayah Indramayu, Sumedang, Majalengka, Kuningan, dan Cirebon. Data 2017 lalu menunjukan dari enam wilayah ini kapasitasnya mencapai 2,39 juta pohon, luasan 23.959 hektare, dan produksi 325.457 ton.
"Kontribusi terbesar Majalengka disusul Indramayu yang produksinya 77.474 ton," ujarnya.
Menurut dia mangga gedong sangat diminati pasar ekspor Singapura, Oman, Amerika Serikat, hingga Jerman.
Sementara manggis sendiri dihasilkan oleh lima sentra produksi di Priangan, dari Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi, dan Purwakarta.
"Pada 2016 lalu manggis yang diekspor keluar mencapai 473.267 kilogram," tuturnya.
Dari data yang ada, selain Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi memproduksi manggis cukup besar bagi Jawa Barat mengingat produksinya mencapai 1.911 ton dari 38.122 pohon di lahan seluas 381 hektare.
Dari lima sentra produksi manggis yang diproduksi menurut Iwa mencapai 42.122 ton.
"Sentranya tetap Tasikmalaya," katanya.
Sampai saat ini manggis adalah produk ekspor holtikultura terbesar asal Jabar dimana rata-rata, ekspor manggis Jabar sekitar satu kontainer per bulan.
"Selain manggis, Jabar pun mengekspor buah mangga seperti jenis arum manis serta sayuran," katanya. (Antara)