Suara.com - Publik mempertanyakan standar keamanan dan keselamatan maskapai penerbangan bertarif rendah, low cost carrier atau LCC.
Bahkan, pemerintah akan memperketat aturan managemen maskapai LCC, berkaca dari kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin(29/10).
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan, maskapai LCC mencari keuntungan dengan meningkatkan volume penerbangannya. Dengan begitu, anggapan publik bahwa maskapai LCC ‘kejar setoran’ jadi wajar.
“Jadi memang maskapai LCC mengejar volume dalam bisnisnya,” kata Gerry di Hotel Millannium, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (7/11/2018).
Baca Juga: A Man Called Ahok Dikritik Adik Ahok, Ini Kata Sutradara
Bahkan, untuk mengejar volume, pesawat dari maskapai LCC terbang melebihi jam maskapai premium dalam sehari.
“Era LCC ini bisa 12 jam terbang dalam sehari. Kalau pesawat premium cuma 8 jam terbang sehari,” ungkap dia.
Dia juga menyanggah anggapan maskapai LCC suka delay atau telat. Menurutnya, penerbangan yang delay tidak hanya merugikan penumpang sebagai konsumen, tapi juga maskapai.
“Kalau maskapai LCC senang delay, itu salah. Karena mereka rugi kalau delay,” ujar dia.
Selain itu, lanjut dia, tiket pesawat LCC bisa murah karena mereka juga mencari keuntungan dengan menjual barang-barang dan makanan di dalam pesawat.
Baca Juga: Dianggap Jiplak Ariana Grande, Ayu Ting Ting : Emang Salah?
“Bagi mereka yang penting pesawat penuh. Strateginya banyak, mereka bisa cari untung dari jual makanan di dalam pesawat, bisa dengan kargo (bawa paket barang) dan sebagainya,” kata dia.
Sementara itu sangat dikhawatirkan kalau LCC menutupi biaya penerbangan dengan memotong biaya perawatan dan pemeliharaan pesawat, pengurangan kuota bahan bakar dan sebagainya. Namun, hal itu tidak mudah dilakukan, karena bisa merugikan maskapai sendiri.
“Karena itu semua ada standarnya yang harus dipenuhi,” tandasnya.