KLHK Dukung Pengembangan Industri Sutera Lewat Perhutanan Sosial

Selasa, 06 November 2018 | 15:30 WIB
KLHK Dukung Pengembangan Industri Sutera Lewat Perhutanan Sosial
Peluncuran "Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam", di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Senin (5/11/2018). (Dok:KLHK)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagai produsen sutera ke-9 di dunia, Indonesia memiliki potensi budi daya sutera alam yang tinggi. Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif, karena kualitas benang yang dihasilkan sangat bagus.

Budi daya sutera alam cocok dikembangkan di negara-negara tropis, karena murbei, yang merupakan pakan ulat sutera, tumbuh sepanjang tahun. Kondisi ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan komoditas tersebut secara luas.

Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agus Justianto, menyampaikan, Indonesia mempunyai beberapa faktor pendukung bagi pengembangan sutera alam. Salah satunya, kondisi agroklimat dengan dua musim yang sesuai untuk pengembangan sutera.

Teknologi yang digunakan pun relatif sederhana, dan adanya gap supply, demand produk sutera yang cukup besar, merupakan peluang pasar yang terbuka lebar.

Baca Juga: Jadi Cagar Biosfer, KLHK Serahkan Sertifikat ke Kapuas Hulu

“Budi daya sutera alam juga menghadapi berbagai tantangan, antara lain antusiasme masyarakat yang rendah karena rendahnya harga sutera lokal, dan ketidakpastian harga serta tingkat produktivitas yang belum optimal. Belum optimalnya produktivitas budi daya sutera alam disebabkan karena penggunaan bibit ulat dan pakan daun murbei yang berkualitas rendah,” jelasnya.

Panen kokon perdana telur ulat sutera dan peluncuran "Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam", di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Senin (5/11/2018). (Dok: KLHK)
Panen kokon perdana telur ulat sutera dan peluncuran "Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam", di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Senin (5/11/2018). (Dok: KLHK)

Oleh karena itu, BLI bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK, melakukan transfer teknologi pengembangan telur ulat sutera dan murbei hibrida. BLI menerapkan teknologi ini kepada Kelompok Tani Hutan (KTH), yang menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bina Mandiri Sukabumi, Jawa Barat.

“Aplikasi penggunaan bibit unggul persuteraan alam hasil inovasi Badan Litbang dan Inovasi, dengan hibrid ulat PS 01, dan hibrid murbei SULI 01 ini merupakan salah satu upaya membangkitkan kembali pengembangan persuteraan alam di daerah potensial yang memiliki kesesuaian agroklimat,” kata Agus.

Kegiatan pengembangan telur ulat sutera dan murbei hibrida dilakukan melalui skema kemitraan kehutanan antara KUPS Bina Mandiri dengan PT. Begawan Sutera Nusantara.

“Negara memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan melalui skema Perhutanan Sosial dengan Perhutanan Sosial. Masyarakat dapat bermitra dengan siapapun untuk mengembangkan usahanya. Harapannya, hal ini dapat meningkatkan pendapatan melalui pengembangan komoditas, yaitu hasil hutan bukan kayu,” ujar Direktur Jenderal PSKL, Bambang Supriyanto, saat panen kokon perdana telur ulat sutera dan peluncuran "Perhutanan Sosial berbasis Sutera Alam," di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Senin (5/11/2018).

Baca Juga: KLHK Apresiasi 33 Lokasi Peraih Program Kampung Iklim 2018

Bambang berharap,  pendekatan pendampingan teknologi dari litbang dapat meningkatkan produktivitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI