Kementan: Ekspor Telur Tetas dan Daging Ayam Olahan Meningkat

Jum'at, 26 Oktober 2018 | 11:47 WIB
Kementan: Ekspor Telur Tetas dan Daging Ayam Olahan Meningkat
Ilustrasi peternakan ayam. (Dok: Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri perunggasan Indonesia, saat ini terus berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan telah dilakukannya ekspor hatching eggs atau telur tetas ayam, dan produk daging ayam olahan ke beberapa negara sepanjang 2018.

Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong ekspor, agar sesuai dengan standar kesehatan melalui sertifikasi, sehingga diterima negara-negara tujuan.

Menurut I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, salah satu yang sangat berpengaruh dalam ekspor produk hewan adakah status kesehatan peternakan.

I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (Dok: Kementan)
I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. (Dok: Kementan)

"Mendapatkan persetujuan dari negara calon pengimpor tidak mudah, karena telur dan daging ayam harus berasal dari peternakan yang telah mendapatkan sertifikat kompartemen bebas penyakit Avian Influenza (AI) dan Sertifikat Veteriner, yang telah dikembangkan pemerintah," ujarnya.

Sebelum 2003, Indonesia telah mengekspor daging ayam segar dingin dan beku ke beberapa negara, antara lain Jepang dan Timur Tengah. Namun dengan munculnya wabah AI pada 2003, maka hal ini menyebabkan pasar ekspor daging ayam Indonesia terhenti.

Baca Juga: Kementan Manfaatkan Varietas Lokal Demi Lumbung Pangan Dunia 2045

Sejak 4 tahun belakangan, penerapan sertifikat kompartemen bebas Sertifikat Veteriner oleh pemerintah berhasil membuka kembali keran ekspor.

Berdasarkan data Kementan, saat ini produksi ayam ras pedaging nasional mengalami surplus dibandingkan dengan kebutuhan nasional. Produksi ayam ras pada 2017 sebanyak 1.848.061 ton, sedangkan potensi produksi daging ayam tahun ini, 3.382.311 ton.

Adapun proyeksi kebutuhan dalam negeri sebanyak 3.051.276 ton, sehingga surplus 331.035 ton.

Pada 2017, produksi telur ayam ras 1.527.135 ton, sedangkan potensi produksi telur 2018 meningkat pesat menjadi 2.562.342 ton. Proyeksi kebutuhan telur 2018 sebanyak 1.766.410 ton, sehingga surplus 795.931 ton.

Melimpahnya produksi ini menjadi kesempatan emas untuk mendorong ekspor, tentu dengan jaminan kualitas dan kesehatan. Ekspor telur ayam tetas ke Myanmar misalnya, mulai dilakukan sejak 2015, dan hingga Oktober 2018, jumlah kumulatif yang sudah diekspor mencapai 11.003.358 butir, dengan nilai Rp 117,04 miliar.

Baca Juga: 4 Tahun Jokowi-JK, Kementan Klaim Kesejahteraan Petani Meningkat

Ekspor produk olahan daging ayam mulai dilakukan dari 2016 hingga September 2018, sebanyak 118,81 ton, dengan nilai Rp 9,5 miliar. Adapun negara tujuan ekspor adalah Jepang, Australia, Hongkong, Timor Leste, Qatar, India, PNG, Saudi Arabia, Singapura dan Korea Selatan.

Meskipun masih belum bebas penyakit AI, namun Indonesia saat ini sudah dapat mengekspor dalam bentuk daging ayam olahan yang telah melalui proses pemanasan ≥ 70oC selama ≥ 1 menit.

"Hal ini karena Indonesia telah mampu membuktikan keseriusan dalam menerapkan sistem biosekuriti berbasis kompartemen bebas penyakit flu burung atau AI, yang sekaligus memenuhi standar dan aturan internasional untuk bisa tembus ke pasar Internasional," kata I Ketut.

Saat ini, Kementan terus melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor 3 dan 4, yang menjadi sumber utama outbreak penyakit AI.

"Ditjen PKH terus-menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 143 titik dan 40 titik lagi sedang proses sertifikasi," ungkap I Ketut.

I Ketut menyebutkan, saat ini, Kementan juga terus mendesain kegiatan ini, agar peternak lokal dapat menerapkannya, karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia dapat diakui oleh negara lain. Dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat terus ekspor.

Selain kompartemen, Sertifikat Veteriner, yang merupakan bentuk penjaminan pemerintah terhadap pemenuhan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan produk hewan juga terus dikembangkan. Serrifikat ini menjadi suatu keharusan bagi setiap unit usaha yang akan mengekspor produk hewannya.

Perkembangan ekspor produk peternakan ini juga menjadi bukti bahwa Indonesia bisa ikut bersaing dengan negara lain dalam memproduksi daging dengan kualitas premium dan sesuai dengan persyaratan internasional.

Daya saing lainnya yang dimiliki untuk produk pangan dari Indonesia adalah sertifikasi halal. Produk pangan Indonesia mempunyai peluang untuk ekspor ke negara Timur Tengah dan negara Muslim lainnya.

REKOMENDASI

TERKINI