Meskipun masih belum bebas penyakit AI, namun Indonesia saat ini sudah dapat mengekspor dalam bentuk daging ayam olahan yang telah melalui proses pemanasan ≥ 70oC selama ≥ 1 menit.
"Hal ini karena Indonesia telah mampu membuktikan keseriusan dalam menerapkan sistem biosekuriti berbasis kompartemen bebas penyakit flu burung atau AI, yang sekaligus memenuhi standar dan aturan internasional untuk bisa tembus ke pasar Internasional," kata I Ketut.
Saat ini, Kementan terus melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor 3 dan 4, yang menjadi sumber utama outbreak penyakit AI.
"Ditjen PKH terus-menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 143 titik dan 40 titik lagi sedang proses sertifikasi," ungkap I Ketut.
Baca Juga: Kementan Manfaatkan Varietas Lokal Demi Lumbung Pangan Dunia 2045
I Ketut menyebutkan, saat ini, Kementan juga terus mendesain kegiatan ini, agar peternak lokal dapat menerapkannya, karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia dapat diakui oleh negara lain. Dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat terus ekspor.
Selain kompartemen, Sertifikat Veteriner, yang merupakan bentuk penjaminan pemerintah terhadap pemenuhan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan produk hewan juga terus dikembangkan. Serrifikat ini menjadi suatu keharusan bagi setiap unit usaha yang akan mengekspor produk hewannya.
Perkembangan ekspor produk peternakan ini juga menjadi bukti bahwa Indonesia bisa ikut bersaing dengan negara lain dalam memproduksi daging dengan kualitas premium dan sesuai dengan persyaratan internasional.
Daya saing lainnya yang dimiliki untuk produk pangan dari Indonesia adalah sertifikasi halal. Produk pangan Indonesia mempunyai peluang untuk ekspor ke negara Timur Tengah dan negara Muslim lainnya.
Baca Juga: 4 Tahun Jokowi-JK, Kementan Klaim Kesejahteraan Petani Meningkat