Suara.com - Pelemahan rupiah berdampak ke industri penerbangan. Pasalnya, pembelian bahan bakar avtur untuk pesawat menggunakan dolar Amerika Serikat. Sehingga, jika rupiah melemah, maka akan menaikan biaya operasional maskapai penerbangan.
Ketua Indonesia National Air Carrier (INACA), Ari Askhara menuturkan, pelemahan rupiah ini memang membuat biaya operasional naik.
Dia menjelaskan, pelemahan rupiah tersebut membuat kenaikan harga avtur naik 30 persen dari 54 sen dolar AS per liter menjadi 70 sen dolar AS per liter.
"Jadi pelemahan rupiah ini semua maskapai terpukul. Sementara depresiasi rupiah terhadap dolar itu 10,8 persen," ujar Ari saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Meski harga avtur naik, para maskapai yang tergabung di INACA sepakat untuk tidak menaikan tarif batas bawah pada tiket kelas ekonomi.
Menurut dia, para maskapai akan melakukan upaya lain untuk menekan biaya operasional.
"Jadi kita minta tarif batas bawah tidak perlu dinaikan. Karena tidak mendesak. Tapi kita lebih banyak bersinergi, untuk share service khususnya di pengadaan ban kemudian spare part dan simulator," jelas dia.
Selain itu, tambah Ari, para maskapai juga akan fokus bermain di sub kelas-kelas tiket pesawat yang telah di atur dalam regulasi. Artinya, maskapai akan menyesuaikan harga tiket di rentang tarif batas bawah hingga batas atas.
"Tarif batas atas juga belum (untuk dinaikkan), karena bisa bermain di bisnis classs dan economy class, dan premium economy class," pungkas dia.
Untuk diketahui, penetapan tarif batas bawah dan atas diatur berdasarkan Permenhub Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan penetapan tarif batas atas dan bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri.
Dalam aturan tersebut, maskapai tidak boleh menjual tiket lebih dari batas atas yang ditetapkan dan kurang dari batas bawah. Batas bawah sendiri serendah-rendahnya 30 persen dari batas atas.