Suara.com - Tudingan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara asal Cina terkait dengan praktik pemasaran 'zero dollar tour' merebak di Bali. Pemerintah pusat gerah, begitu juga dengan pemerintah provinsi, legislatif, dan pelaku pariwisata di Pulau Dewata.
Lantas apa sih yang dimaksud dengan praktik zero dollar tour?
Rupanya istilah ini merujuk dengan kedatangan turis Cina ke Bali yang membeli paket wisata melalui agen perjalanandi negara mereka dengan harga sangat murah. Harga paketnya disinyalir hanya senilai biaya tiket perjalanan Denpasar-Cina.
Sekilas, ini terlihat sangat menguntungkan wisatawan yang membeli paket, tapi pada kenyataannya selama di Bali, mereka diwajibkan mengikuti jadwal tur yang telah ditetapkan oleh agen wisata. Agen wisata kemudian menerapkan praktik monopoli. Wisatawan dibawa berbelanja ke tempat-tempat yang telah ditentukan.
Baca Juga: Kemenpar Gelar APWI 2018, Berhadiah Total Rp 300 Juta
Tempat berbelanja tersebut sudah terafiliasi dengan agen wisata yang menawarkan paket zero dollar tour. Harga barang yang ditawarkan jauh lebih tinggi dan dibayar dengan metode pembayaran non tunai.
Hal ini menyebabkan wisatawan mengalami kerugian. Destinasi wisata dan negara yang dikunjungi juga sama menderitanya.
Di paket ini, semua tak ada yang dapat untung. Semua gigit jari lantaran semua transaksi terhubung secara non tunai dan menggunakan aplikasi dari Cina.
Kemenpar sebagai otoritas tertinggi yang mengatur pariwisata tak tinggal diam. Semua lini langsung action.
“Pada 25 Oktober 2018 akan ada FGD, yang menghadirkan industri pariwisata Bali, ASITA, Pemda Bali dan Kemenpar, untuk menemukan solusi cepat dan efektif mengatasi problem ini. Kami harus memberikan service yang terbaik buat wisman yang sudah ke Bali. Ini untuk masa depan Bali, menjaga komitmen Bali sebagai destinasi wisata terbaik dunia,” ujar tenaga ahli Menteri Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar), I Gde Pitana di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Baca Juga: Kemenpar Jual Paket Danau Toba 4 Hari ke Singapura dan Malaysia
Skenario yang disiapkan ada tiga. Pertama, pemberlakuan batas bawah. Langkah ini dinilai akan membuat industri di Bali bertahan dan tidak terperangkap pada persaingan harga murah. Kedua, pelarangan sistem kartel.
“Caranya dengan melakukan pembatasan kunjungan ke kartel toko yang dimiliki warga negara originasi, dalam hal ini toko yang dimiliki warga Cina,” ujarnya
Ketiga, Kemenpar kedua negara (Indonesia-Tiongkok) sepakat untuk melakukan seleksi terhadap travel agent/travel operator (Ta/To), yang dinyatakan harus teregistrasi dengan baik di kedua negara.
“Tujuannya supaya tidak adacitra buruk bagi kedua belah pihak. Misalnya, negara tujuan dianggap tidak menarik, sehingga wisman originasi memiliki image negatif di suatu negara,” ujar Pitana.
Menteri Pariwisata ,Arief Yahya juga seirama. Menjaga citra kepariwisataan Bali, menurutnya, adalah harga mati yang tak boleh ditawar lagi.
“Paket murah itu akan diselesaikan dengan cara B to B. ASITA Bali akan dipertemukan dengan industri dari Tiongkok, dengan fasilitator gubernur Bali. Itu action terdekat yang akan dilakukan,” ujarnya.
Yang paling efektif, menurutnya adalah memperkuat kerjasama antara ASITA, Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies kita dengan CNTA, China National Tourism Association, dengan membuat “White List Tour Agencies - Tour Operators.”
"White List itu daftar Ta To yang baik, lawannya black list daftar Ta To yang nakal. Nanti akan muncul daftar tour operator dan tour travel yang legal, terdaftar dan diakui oleh masing-masing asosiasinya. Sekali lagi, ini adalah kerja sama B to B," tambahnya.
I Gde Pitana bahkan sudah menghubungi Konjen Cina di Bali. Mereka menyambut gembira untuk melakukan pengawasan bersama.
"Itu lantaran kedua belah pihak ikut dirugikan oleh praktik yang merusak nama baik dan reputasi kedua negara. Thailand juga pernah mengalami hal yang sama. Saya sudah menugaskan untuk benchmark dengan Thailand. Apa yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam menangani case zero dollar tour ini? Mereka menertibkan tata niaga industri tour and travel tanpa harus merusak kerja sama yang sudah berlangsung," katanya.