Pada 2011, jumlah penumpang baru tercatat 7.826 orang per tahun, lalu melonjak lebih dari 2.300 persen, menjadi 188.949 orang pada 2017.
“Ini first green airport di Indonesia, dibangun dengan APBD. Kalau APBN bisa mencapai Rp 300 miliar, dengan APBD cuma Rp 75 miliar," katanya.
Kemampuan pengembangan pariwisata akan menimbulkan multiplier effect. Perkembangan pariwisata akan sejalan dengan pertumbuhan fasilitas pendukung pada konsep pariwisata.
Dengan pesatnya pertumbuhan pariwisata, maka kemunculan penginapan dan beberapa fasilitas pendukung lainnya bisa membawa pemasukan bagi pemda setempat.
Baca Juga: 20 Ribu Santri Siap Ramaikan Festival Santri 2018 di Banyuwangi
Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dimana pada 2016, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi sebesar 6,01 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari provinsi Jawa Timur dan nasional.
Adapun target 2018 sebesar 6,57 persen. Pendapatan per kapita warga melonjak 120 persen menjadi Rp 45 juta per orang per tahun pada 2017, dibanding posisi 2011.
“Kami bersyukur, pendapatan per kapita warga Banyuwangi rata-rata sudah di atas US$ 3 ribu per tahun. Level itu yang sering dikategorikan sebagai bagian dari kelas menengah. Tugas menantang ke depan adalah semakin mendorong pemerataan ekonomi hingga ke desa-desa, yang terus kita upayakan antara lain lewat program smart kampung,” ujar Anas.
Keberhasilan itu mendapatkan berbagai pengakuan dari internasional. Pada 2016, inovasi pengembangan pariwisata Banyuwangi mendapat apreasiasi dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pariwisata (NWTO).
Penghargaannya pun sangat bergengsi, yaitu Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola.
Baca Juga: 200 Kepala Dinas Pariwisata Simak Kisah Sukses Banyuwangi
Penghargaan terbaru, daerah berjuluk The Sunrise of Java ini menyabet ASEAN Tourism Standard Award (ASEAN) 2018, kategori Clean Tourist City, di Chiang Mai, Thailand.