Dengan inflasi yang rendah, maka masyarakat diuntungkan karena pendapatannya tidak akan tergerus dengan harga yang meningkat.
“Ini sejarah baru di mana pemerintah bisa mengelola stablitas harga yang selama ini sulit dilakukan,” tututnya.
Menurut Erani, keadaan saat ini jauh berbeda di empat tahun sebelumnya yang angka inflasinya bisa mencapai 8 persen.
“Tanpa kita sadari, kita menuju pada situasi di mana negara ini berhasil menata ekonominya," tutur Erani.
Erani juga mencatat, pemerataan ekonomi juga sudah dilakukan pemerintah lewat pembangunan infrastruktur. Hal itu dilihat dari 223 proyek strategis nasional (PSN) yang terletak di seluruh Indonesia.
Yakni sebanyak 53 proyek (Rp 545,8 triliun) di Sumatera, 89 proyek (Rp 995,9 triliun), Sulawesi 27 proyek (Rp 308,3 triliun), Kalimantan 17 proyek (Rp 481 triliun), Bali dan Nusa Tenggara 13 proyek (Rp 9,4 triliun), Maluku dan Papua 12 proyek (Rp 464 triliun), dan 12 proyek dan tiga program nasional (Rp 1.345,7 triliun).
Pembangunan infrastruktur saat ini memiliki efek sampai 30-40 tahun ke depan. Jadi, sampai periode itulah pertumbuhan dapat disangga, sehingga pemerintah tak hanya berpikir dalam jangka pendek/menengah, namun memikirkan kepentingan jangka panjang.
“Ini bakal menjadi standar kerja suatu pemerintahan. Di luar itu, pembangunan infrastruktur dikerjakan secara eksesif pula di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) dan perdesaan. Implikasinya, infrastruktur tidak cuma menafkahi kebutuhan pertumbuhan, namun juga menyantuni mandat pemerataan (keadilan ekonomi),” ujarnya.