Suara.com - Industri properti saat ini tengah diterpa isu miring setelah PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) terkandung kasus suap perizinan proyek propertinya yakni Meikarta.
Kasus suap itu melibatkan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro (BS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan juga Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (NHY) periode 2017-2022.
Billy Sindoro diduga menyuap Neneng Hasanah Yasin untuk memuluskan perizinan proyek Meikarta.
Kasus suap dalam perizinan proyek properti bukan kali ini saja terjadi, Pada tahun 2014 lalu, PT Sentul City Tbk (BKSL) juga tersandung kasus suap yang melibatkan Bupati Bogor.
Dengan adanya kasus-kasus tersebut, apakah memang proyek-proyek properti di Indonesia indentik dengan suap?
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda menjelaskan, suap dalam perizinan proyek properti itu memang lumrah terjadi.
Suap terjadi biasanya pada saat proses pengajuan perizinan. Agar proyek bisa berjalan mulus, pengembang biasanya menempuh jalan pintas lewat orang-orang yang memiliki pengaruh di daerah pengembangan properti setempat.
"Artinya di satu sisi pengembang ingin mempercepat proses izin. Karena biasanya itu terlalu lama segala macam. Di sisi lain ada sinyal lampu hijau dari pemerintah daerah. Ini dua belah pihak yang membuat kasus seperti ini terjadi," ujar Ali saat dihubungi Suara.com, Minggu (21/10/2018).
Menurut Ali, meskipun persyaratan sudah lengkap, para pengembang juga akan memberikan suatu tanda terima kasih atau gratifikasi kepada pejabat pemerintah daerah setempat. Hal tersebut juga dianggap wajar dalam proyek properti.
"Yang salah dan parah itu jika tata ruang enggak jelas, ada yang pengembang salah tapi dibenarkan," imbuh dia.