Suara.com - Pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi bakal terus perkasa. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, dolar Index pada pekan ini masih berpeluang naik.
"Ini menandakan era super dolar masih akan membayangi perekonomian negara berkembang," ujar Bhima di Jakarta, Senin (8/10/2018).
Menurut Bhima, keperkasaan dolar AS berlanjut dari imbas dari data tenaga kerja AS per September meningkat 134.000 orang.
Kondisi Full employment ini, jelas Bhima, mendorong lonjakan inflasi dalam jangka pendek di AS sehingga Fed rate diprediksi naik 1 kali lagi tahun ini, 4 kali di 2019 dan 2 kali di 2020.
Baca Juga: Mahathir Mohamad Tolak Bantuan Rp 365,4 Miliar untuk Tutup Utang
"Shock dari kenaikan Fed rate membuat investor menarik dana bertahap dari negara berkembang, dan memilih investasi di aset berdenominasi dolar," jelas dia. Sementara, Rupiah akan kembali bergejolak yang cenderung melemah pada pekan ini. Bhima memperkirakan rupiah pada pekan ini bergerak dikisaran Rp 15.110 - Rp 15.240 per dolar AS.
"Faktor utama pelemahan kurs rupiah hingga akhir tahun adalah kenaikan harga minyak mentah dan tingginya impor khususnya menyambut seasonal Natal dan Tahun Baru dimana penggunaan transportasi meningkat," tutur dia.
Senada dengan Bhima, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah hari ini masih dalam tren pelemahan. Pelemahan rupiah ini, terang dia, masih terbawa sentimen yang berlangsung pekan kemarin.
Mulai dari kekhawatiran soal utang Italia, perang dagang, kenaikan suku bunga AS, hingga kenaikan harga minyak mentah.
"Namun market AS libur hari Senin. Jadi mungkin pelemahan tidak terlalu dalam besok. Rupiah berpotensi bergerak di Rp 15.130 - Rp 15.200 per dolar AS," pungkas dia.