Suara.com - Kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp 15.187 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (5/10/2018) atau melemah 100 poin dari posisi Rabu (4/10/2018) di posisi Rp 15.088.
Adapun pada Jumat (5/10/2018) pukul 10.24, berdasarkan data pasar spot Bloomberg, rupiah bertengger pada level Rp 15.182 per dolar AS.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini tidak terlalu berdampak signifikan terhadap inflasi.
Menurut Darmin, risiko inflasi yang disebabkan tingginya harga barang impor (imported inflation) hingga saat ini masih terbilang kecil.
Baca Juga: Sertu Kowad Aldilla, Tentara Cantik Sopir Jokowi di HUT TNI
“Dampaknya (pelemahan rupiah ke inflasi) pasti ada. Tapi coba lihat inflasi. Apa imported inflationnya sudah besar? Belum," kata Darmin di Jakarta, Jumat (5/10/2018).
Jika pelemahan tersebut tidak dijaga untuk sektor-sektor lainnya dalam perekonomian domestik secara keseluruhan, dipastikannya akan memengaruhi kenaikan inflasi sekitar dua sampai tiga persen.
Darmin mengungkapkan, nilai tukar rupiah sejauh ini telah melemah sekitar 10 persen. Tapi, jika dilihat dampaknya terhadap inflasi impor masih sekitar 2 persenan.
"Impor kita itu kira-kira 30 persen dari ekonomi kita, kalau rupiah melemah 10 persen, kalau bekerja penuh semua mengikuti porsinya, itu memang bisa agak tinggi pengaruhnya ke inflasi. Bisa 2,5 persen sampai 3 persen. Tapi kalau kamu lihat core inflation, yang imported kan ada di dalam situ. Year-to-date masih sekitar 2 persen. Memang ada kenaikan tapi tidak banyak," ujarnya menjelaskan.
“Jadi dampaknya tidak signifikan. Gemuruhnya saja yang besar, tapi dampak rilnya tidak signifikan,” sambung Darmin.
Baca Juga: Terjerat Kasus Baru, Apa Kabar Kasus Makar Ratna Sarumpaet?