Suara.com - Pergerakan rupiah terhadap dolar AS diperkirakan akan menemui titik lemahnya di akhir September tahun ini. Bahkan, bisa mencapai level Rp 15.000 per 1 dolar AS.
Hal tersebut dikatakan oleh Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurut Bhima, pelemahan tersebut karena adanya rapat bank sentral AS The Fed yang berencana menaikan suku bunga acuannya.
"Tanggal 26 September ada rapat The Fed yang rencananya naikkan bunga acuan. Jadi akan terjadi pelemahan ke titik Rp 15.000 lagi akhir September ini," ujar Bhima saat dihubungi Suara.com, Selasa (11/9/2018).
Bhima menjelaskan, dengan naiknya suku bunga acuan The Fed, maka akan berakibat dana asing keluar. Kondisi itu berakibat pada kenaikan pembelian terhadap dolar AS. Sehingga, permintaan dolar AS akan naik. Sebaliknya, permintaan rupiah justru turun dan mengalami pelemahan.
Baca Juga: Aneh! Kenapa Kalimantan Selatan Bisa Mendadak Hujan Es?
Namun demikian, kata Bhima, Bank Sentral Indonesia (BI) tentu tidak akan tinggal diam. Menurut dia, BI akan melakukan intervensi untuk menjaga rupiah tetap stabil terhadap dolar AS.
"(Intervensi) akan terus berjalan. BI diharapkan terus hadir di pasar untuk jaga rupiah," imbuh dia.
Untuk diketahui, perdagangan rupiah akhir-akhir ini memang menguat terhadap dolar AS. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat sejak perdagangan 6-10 September 2018.
pada perdagangan 10 September 2018, rupiah berada di level Rp 14.835 per 1 dolar AS. Level itu meningkat dibandingkan 7 September 2018 di level Rp 14.884 per 1 dolar AS.
Baca Juga: Bocah AW Tewas, Pelemparan Batu di Rusun Kemayoran Terulang