Suara.com - Pemerintah bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas asumsi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (RAPBN) 2019.
Dalam RDP, Ketua Komisi XI dari frasksi Golkar Melchias Mekeng mempertanyakan kepada pemerintah, apakah pemerintah mendapatkan keuntungan dari kondisi pelemahan rupiah saat ini.
"Jadi pemerintah untung atau rugi dari pelemahan kurs ini?" tanya Mekeng.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, dalam mengelola ekonomi Indonesia tidak ada istilah untung atau rugi. Pasalnya, sambung dia, pengelolaan ekonomi Indonesia menggunakan instrumen APBN.
"Jadi kalau APBN sehat kita menggunakan instrumen itu untuk menjaga ekonomi lebih baik. Artinya, kita tidak menggunakan untung atau rugi, karena ini sering dipelintir. Kita mengelola APBN bukan untung dan rugi, tetapi mengelola ekonomi menggunakan instrumen APBN," kata Sri Mulyani menjawab pertanyaan Mekeng.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, dari Rp 100 pelemahan terhadap dolar AS akan mempengaruhi penerimaan negara sebesar Rp 4,7 triliun, sedangkan pada belanja akan berpengaruh sebesar Rp 3,1 triliun.
"Akan tetapi kenaikan penerimaan lebih tinggi dari belanja. Jadi total balancenya positif Rp 1,6 triliun kenaikan Rp 100 per dolar AS," jelas dia.
Sri Mulyani pun mengungkapkan, posisi penerimaan negara saat ini sebesar Rp 1.152,7 trilun atau 60,8 persen dari total penerimaan. Posisi tersebut tumbuh 18,4 persen dari periode yang sama tahun lalu.
"Sementara, belanja negara kita itu pertumbuhannya 8,8 persen. Tahun lalu posisi Agustus meningkat 5,6 persen," pungkas dia.