Suara.com - Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Ditjen Bina Marga, Refly Ruddy Tangkere, menyatakan, membangun jalan di perbatasan seperti Trans Kalimantan bukan perkara yang mudah. Banyak kendala yang ditemui Kementerian PUPR untuk menjalankan pembangunan infrastruktur yang masuk dalam proyek strategis nasional ini, salah satunya medan yang sangat berat.
"Ini sama seperti Trans Papua. Topografinya berbukit-bukit, terutama di perbatasan Kaltim dan Kaltara sehingga mempengaruhi waktu pengerjaan dan biaya konstruksi," kata Refly, saat mengunjungi jalur Trans Kalimantan Utara, Rabu (5/9/2018).
Pada 2018, Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran total sebesar Rp 839,4 miliar untuk pembangunan dua jalan paralel perbatasan tersebut. BPJN Wilayah XII-Balikpapan, Ditjen Bina Marga dan Zeni TNI AD telah melakukan penandatanganan 6 paket pekerjaan pembangunan jalan perbatasan di Provinsi Kaltim dan Kaltara, dengan panjang 132 km, senilai Rp 330,72 miliar.
Selain itu, dari sisi non-teknis, masalah kultur budaya masyarakat perbatasan juga menjadi tantangan tersendiri. Hal ini ditambah dengan cuaca yang cenderung ekstrem pada beberapa bulan terakhir.
Baca Juga: Trans Kalimantan Diharap Bisa Jadi Gerbang Ekspor Indonesia
"Kultur juga pengaruh. Cuaca cenderung ekstrem dalam beberapa bulan terakhir. Sekarang agak sedikit masuk ke musim panas, tapi dengan kerja sama dan koordinasi yang baik, pembangunan jalan ini bisa berjalan dengan lancar," ujarnya.
Pembangunan jalan paralel perbatasan Kaltim dan Kaltara telah dimulai sejak 2015, dengan melibatkan Zeni TNI-AD untuk pembukaan lahan.
Refly menargetkan, akhir tahun ini, jalan yang belum tembus tinggal tersisa 126 km di Kaltara dan 58 km di Kaltim, dari total panjang 1.070 km.
"Diharapkan tembus (seluruhnya) di 2019," ujarnya.