Suara.com - Pengembangan Pelabuhan Marunda sebagai penopang Tanjung Priok berpotensi memberikan pemasukan ke negara hingga ratusan miliar setiap tahunnya.
Pengembangan Pelabuhan Marunda telah masuk dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 38/2012 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tanjung Priok.
Dalam beleid tersebut, perluasan dan pengembangan Tanjung Priok melingkupi dermaga Tarumanegara, Kali Baru, Marunda, hingga Cilamaya.
Saat ini, Pelabuhan Marunda telah memiliki sejumlah terminal. Setidaknya telah terdapat dua Badan Usaha Pelabuhan atau BUP yaitu Marunda Center Terminal (MCT) dan milik PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Keduanya mempunyai potensi besar sebagai penopang Tanjung Priok. Arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok dalam ton di periode sejak 2007 hingga 2011 tumbuh rata-rata 6,14 persen per tahun, dan pada 2011 saja, arus barang mencapai 74.989.804 ton.
Terkhusus KCN, pada beleid itu pun dipaparkan pengembangan jangka panjang sebagai penopang Tanjung Priok.
Alasannya, pada beleid yang diteken EE Mangindaan selaku Menteri Perhubungan waktu itu, terjadi ketimpangan antara pertumbuhan arus barang dan penambahan areal.
Direktur National Maritime Institute Siswanto Rusdi mengamini kesiapan Pelabuhan Marunda menopang Tanjung Priok. Sebab, katanya, berdasarkan data tahun lalu, total kunjungan dan volume barang yang ditangani telah menembus 33 juta ton.
Dia merincikan, tiap bulan tidak kurang terdapat 300 call. Semisal, lanjut Siswanto, dengan tugas tersebut, seperti KCN sudah menerapkan wajib pandu-tunda.
Apalagi, jelasnya, KCN yang baru mengoperasikan Pier I yang belum seluruhnya tuntas dari tiga Pier yang direncanakan, telah menyumbang pemasukan ke kas negara.
Dengan dasar hitungan kontribusi yang telah negara terima dari KCN pada 2016 hingga 2017, Siswanto memperkirakan total potensi kontribusi KCN apabila seluruh dermaga Pier I, Pier II dan Pier III beroperasi mencapai Rp 200 miliar per tahun.
“Namun sayangnya pengembangan Marunda belum optimal, seperti KCN yang malah disengketakan oleh KBN sehingga kurang optimal bekerja, sedangkan Priok tidak bisa menangani barang curah, maka akan terjadi kongesti,” simpulnya.
Di sisi lain, pelaku usaha sektor maritim pun ikut mendukung optimalisasi Pelabuhan Marunda, dengan operasionalisasi yang dilakukan salah satunya oleh PT KCN.
Sebab, dengan peran yang dilakukan KCN, beban Tanjung Priok dapat dilimpahkan sehingga menekan kongesti, terlebih untuk bongkar muat barang curah.
Ketua Umum Indonesia Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto mengungkapkan, Pelabuhan Marunda memiliki potensi untuk dikembangkan karena jumlah kargo yang bertumbuh dari tahun ke tahun dan didukung dengan lahan yang cukup luas.
Bisa saja, katanya, Marunda dapat naik kelas dan melayani pelayaran internasional sebagai alternatif Tanjung Priok.
“Marunda juga dapat menjadi penyanggari Pelabuhan Tanjung Priok, karena pelabuhan ini secara letak geografis tidak terlalu jauh dari Tanjung Priok. Keberadaan Marunda menjadi sangat strategis bagi Tanjung Priok untuk menekan yard occupancy ratio-nya,” ucapnya.
Hal senada dikatakan Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita. Menurutnya, Pelabuhan Marunda yang saat ini menjadi lokasi bongkar muat muatan curah memegang peranan penting untuk membantu distribusi barang-barang curah bagi kebutuhan di DKI Jakarta.
“Sebaiknya ke depan Marunda fokus untuk menjadi pelabuhan roll on roll off baik curah dan kontainer untuk memenuhi permintaan di Jabodetabek,” ucapnya.