Dolar Nyaris Tembus Rp 15.000, Mendekati Kondisi Krismon 1998

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 04 September 2018 | 16:10 WIB
Dolar Nyaris Tembus Rp 15.000, Mendekati Kondisi Krismon 1998
Suasana gerai penukaran uang di Jakarta, Kamis (1/3).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dolar Amerika Serikat (AS) terus menekan Rupiah. Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 16.00 WIB, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS tembus di level Rp 14.935. Level ini merupakan yang tertinggi setelah krisis moneter atau krismon 1998.

Sementara berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar (JISDOR) Bank Indonesia (BI), perdagangan Rupiah pada 4 September 2018 berada di level Rp 14.840 per dolar AS.

Tercatat, pada pertengahan 1997 lalu, nilai tukar dolar AS masih berada di level Rp 2.000 sampai Rp 2.500. Namun angka tersebut terus naik, di akhir 1997 ke level Rp 4.000 dan di awal 1998 tembus ke level Rp 6.000.

Nilai tukar dolar AS makin menjadi-jadi ketika terjadinya kerusuhan Mei 1998. Dolar AS menyentuh level tertingginya di Rp 16.650 di Juni 1998.

Menanggapi pelemahan tersebut, Ekonom Permata Bank Josua Pardede meminta masyarakat dan pelaku pasar tidak panik terhadap pelemahan Rupiah.

Pasalnya, fundamental ekonomi Indonesia masih solid, terlihat dari pengelolaan utang luar negeri swasta cenderung lebih berhati-hati dimana Bank Indonesia (BI) juga sudah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi dalam rangka mengelola risiko nilai tukar.

Pengelolaan yang lebih baik dari utang luar negeri swasta terlihat dari pertumbuhan utang jangka pendek yang cenderung rendah.

"Kondisi ini masih jauh dari krisis 1998. Kondisi fundamental perekonomian Indonesia sekarang sangat berbeda dengan kondisi fundamental pada tahun 1998," kata Josua kepada Suara.com, Selasa (4/9/2018).

Menurut Josua, pelemahan Rupiah ini akibat dari pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald trump yang akan mengenakan tarif impor sebesar 200 miliar dolar AS pada produk Cina pada pekan ini.

Selain itu, lanjut dia, pelemahan Rupiah ditopang oleh beberapa data ekonomi Amerika Serikat yang positif pada pekan lalu antara lain data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2018 dan data pengeluaran konsumsi pribadi inti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI