Suara.com - Hingga saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih fluktuatif dan cenderung menunjukkan pelemahan. Di pasar spot, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.710 per dolar AS pada perdagangan Jumat (31/8/2018) pagi.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat ini sedikit menguat dibanding posisi perdagangan pada Kamis (30/8/2018) sore kemarin, rupiah terkatrol Rp 14.734 per dolar AS.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF, Bhima Yudhistira mengatakan, anjloknya rupiah terhadap dolar AS akan berdampak meluas, mulai dari sisi rumah tangga, hingga pelaku usaha.
"Lebih berdampak ke menggerus daya beli masyarakat. Karena barang-barang akan naik harganya," kata Bhima saat dihubungi Suara.com, Jumat (31/8/2018).
Baca Juga: Kasus Sandiaga Janggal, Kubu Jokowi Minta Bawaslu Transparan
Selain itu, anjloknya rupiah akan berdampak pada inflasi akan naik dikontribusikan dari bahan pangan dan BBM nonsubsidi karena pengaruh biaya impor yang membengkak.
Dampak lainnya, kata Bhima, pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga menimbulkan potensi gagal bayar utang luar negeri swasta. Apalagi masih ada pihak swasta yang belum melakukan lindung nilai atau hedging terhadap utang luar negerinya.
"Saat ini, tidak semua utang swasta di-hedging maka sangat sensitif ke selisih kurs," ucap Bhima.
Dampak lagi dari depresiasi nilai tukar rupiah di pelaku usaha yaitu terhadap industri manufaktur. Hal itu akan membuat industri menahan ekspansinya naiknya biaya bahan baku dan barang modal yang masih diimpor.
"Ongkos logistik juga semakin mahal karena 90 persen kapal untuk ekspor impor pakai kapal asing yang hanya terima valas," imbuh dia.
Baca Juga: Akhirnya, Idrus Marham Diperiksa KPK Sebagai Tersangka