Suara.com - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini menilai pelemahan nilai tukar Rupiah akibat buruknya koordinasi tim ekonomi Pemerintah.
Ekonom senior INDEF itu menuturkan nilai tukar Rupiah saat ini berada dikisaran Rp 14.500 per dolar AS. Hal itu menurutnya sebagai bukti kegagalan akibat tidak terjalin koordinasi yang baik dalam tim ekonomi Pemerintah.
"Yang tidak sensitif adalah nilai tukar rupiah. Karena faktornya banyak, faktor ini yang gagal di kelola oleh tim ekonomi tidak solid. Saya katakan tidak solid antara Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan ini terus berkelanjutan,” kata Didik di Creative Stage, Gedung SMESCO, Jalan Jendral Gatot Subroto No. 94, Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2018).
Lebih lanjut dirinya menuturkan bahwa di era Soeharto pemerintah lebih memiliki sensitivitas yang tinggi dalam menjaga nilai tukar rupiah dan inflasi bila dibandingkan dengan Pemerintah saat ini.
"Pada 1965 kita dihantam oleh krisis inflasi yang maha dahsyat. Pemerintah orde baru sangat sensitif terhadap inflasi," tuturnya.
Disamping itu tambahnya, dampak lain penyebab melemahnya Rupiah di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak lain akibat sektor luar negeri yang tidak dijaga. Pemerintah dianggapnya tidak mampu mengkontrol banyak faktor yang menyebabkan Rupiah itu terus melemah.
"Nilai rupiah kita tidak terjaga dengan baik. Dibiarkan, tidak terkontrol, dan faktor-faktornya tidak dikembangkan dengan baik," tambahnya. (Muhamad Yasir)