Suara.com - Minggu lalu, International Monetary Fund (IMF) memperingatkan bahwa hiperinflasi di Venezuela bisa mencapai 1 juta persen dalam tahun 2018 ini.
Bahkan, Bloomberg melaporkan, harga secangkir kopi di negeri yang tengah dilanda resesi berat tersebut telah mencapai 2 juta Bolivar, naik dari 1.400.000 seminggu sebelumnya.
Hiperinflasi adalah akselerasi inflasi secara berlebihan. Pada situasi ini, kenaikan harga-harga barang dan jasa hingga ratusan bahkan ribuan persen dalam tempo singkat juga mengikis nilai tukar mata uang negara terkait.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro sejauh ini hanya bisa melawan hiperinflasi dengan cara mencetak lebih banyak uang, alhasil nilai uang pun anjlok.
Selain itu, ia berusaha menaikkan upah mininum negara menjadi 5 juta Bolivar. Tapi, jumlah itu pun tidak cukup untuk membeli 3 cangkir kopi.
Sebelumnya, diberitakan bahwa inflasi yang terjadi di Venezuela lebih buruk dari Jerman pasca Perang Dunia I dan Zimbabwe pada dekade lalu.
Kondisi Venezuela pun disebut lebih sulit dari Zimbabwe, sebab negara Afrika tersebut memiliki ekonomi yang lebih terdiversifikasi, sementara Venezuela bergantung pada minyak semata.
Kedepannya, Maduro akan mencetak mata uang baru sekaligus melakukan denominasi. Lima angka nol di Bolivar akan dihilangkan. Hal ini meningkat ketimbang denominasi pada Maret lalu yang menghilangkan tiga angka nol pada Bolivar.