Suara.com - Pemerintah melanjutkan pembangunan jalan tol di Pulau Sumatera. Kehadiran jalan tol bertujuan mempercepat mobilitas barang dan jasa antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan membangun keterkaitan antara pusat produksi dengan outlet-outlet (pelabuhan/bandara) di Pulau Sumatera.
Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Tol Sumatera merupakan tulang punggung (backbone) pengembangan wilayah di Sumatera yang terdiri dari 6 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) di Pulau Sumatera yakni Sabang-Banda Aceh-Langsa, Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekanbaru, Batam-Tanjung Pinang, Sibolga-Padang-Bengkulu, Jambi-Palembang-Pangkal Pinang-Tanjung Pandan dan Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api.
Sebagai ilustrasi, untuk kelancaran mobilitas akan meningkatkan interaksi antar pusat pertumbuhan ekonomi.
“Jalan tol Lampung-Palembang akan mempersingkat waktu tempuh dari sekarang sekitar 8-10 jam menjadi 3-4 jam. Kedua kota ini akan menjadi lebih dekat sehingga meningkatkan interaksi ekonomi kedua kota ini dan menumbuhkan pusat ekonomi baru. Hal yang sama juga terlihat dengan terhubungnya tol dari Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi sepanjang 61,7 Km yang dapat ditempuh dalam waktu 1 jam,” kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna.
Dalam rangka penyelesaian pembangunan Tol Sumatera, Pemerintah telah menugaskan PT. Hutama Karya melalui Pepres No.100/2014 dan Perpres No.117/2015 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera, untuk membangun 24 ruas tol, dimana 8 ruas tol diantaranya ditargetkan rampung pada tahun 2019.
Kepala BPJT Herry TZ menjelaskan bahwa pembangunan Tol Sumatera dilakukan dengan pendekatan berbeda. Pada pola sebelumnya, pembangunan tol dilakukan pada kawasan yang sudah berkembang karena membutuhkan pengembalian investasi. Namun kehadiran tol di Pulau Sumatera yang memiliki potensi ekonomi yang besar diperlukan untuk mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk Indonesia.
"Potensinya besar dan wilayahnya juga luas. Pembangunan jalan tol diharapkan mempercepat pengembangan wilayah di Pulau Sumatera baik pada jangka panjang 20 tahun, mampu jangka pendek dalam waktu 5 tahun ke depan," jelas Herry TZ.
Herry TZ mengakui dari sisi volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) masih rendah, sehingga apabila ditawarkan kepada investor akan kurang menarik karena marginnya rendah. Oleh karenanya digunakan skema penugasan kepada PT Hutama Karya atas nama pemerintah untuk merealisasikan Tol Trans Sumatera.
“Pada saat Tol Jagorawi dibuka dulu volume lalu lintasnya rendah namun terus bertumbuh,” katanya.
Pemerintah selalu memegang prinsip kehati-hatian dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada PT Hutama Karya dalam membangun Jalan Tol Sumatera melalui penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN), dukungan konstruksi, kontrak konsesi, sekuritisasi aset serta pemberian jaminan pemerintah.