Suara.com - Taryana (46), salah seorang mantan nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara, hampir 5 tahun fokus menjadi perajin limbah laut. Sejak mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama (Ahok), memulai proyek reklamasi, Taryana ogah melaut lantaran seringkali membawa hasil nihil.
Taryana mengolah limbah laut, mulai dari tulang ikan dan kerang, menjadi barang dengan nilai jual tinggi. Berbagai karakter ia ciptakan, mulai dari replika naga, bingkai berisi kepiting dan lobster, hingga replika perahu Phinisi hasil dari limbah laut.
"Saya sudah menekuni membuat kerajinan tangan sejak kecil. Lepas itu, saya fokus jadi nelayan, melaut cari ikan," katanya, kepada Suara.com, di Rumah Susun Muara Angke, Jakarta Utara, Senin (18/6/2018).
Lelaki asal Muara Baru, Jakut tersebut awalnya ogah melaut lagi lantaran hasil tangkapan menurun semenjak proyek reklamasi bergulir. Terkadang, Taryana pulang dengan tangan hampa.
"Bayangkan saja Mas, kita melaut butuh ongkos bensin sekitar satu juta sekali berangkat. Pulang pergi habis dua juta, tapi hasil tangkapan hanya sedikit. Paling hanya cukup untuk konsumsi harian para nelayan," jelas Taryana.
Taryana dan rekan nelayan lainnya menyayangkan kondisi biota laut dan hasil tangkapan yang menurun drastis semenjak proyek reklamasi berjalan. Taryana akhirnya memutar otak, agar dirinya tidak bergantung dengan profesinya sebagai nelayan.
"Kita berangkat melaut tidak dapat apa-apa. Percuma. Saya akhirnya memanfaatkan limbah laut untuk dijadikan benda-benda yang bisa dijual," jelasnya.
Taryana mematok barang dagangannya, mulai dari Rp 500 hingga Rp 10 juta Rupiah. Barang ciptaannya biasa jual ketika ada pameran.
"Kalau yang bentuk naga, saya patok Rp 10 juta. Biasanya yang beli orang menegah ke atas. Kalau tidak sedang pameran, biasanya ada yang langsung ke rumah untuk beli perahu atau bingkai berisi kepiting dan lobster," tandas Taryana.