Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, kondisi dan situasi ekonomi di Indonesia telah berkembang setelah 20 tahun reformasi dan kondisinya jauh berbeda dengan kondisi sebelum krisis moneter 1997-1998.
Menurut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut, sebelum reformasi tidak ada institusi pengawas sektor keuangan yang independen.
"Sekarang Bank Indonesia memiliki independensi dan tujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar maupun inflasi. Mereka sekarang punya bauran kebijakan. Dulu mereka tidak punya," kata Sri Mulyani, Selasa (22/5/2018).
Sri Mulyani juga menilai, di era reformasi terdapat mekanisme koreksi terhadap para pemilik industri perbankan dan sektor keuangan non bank, terutama yang mengalami kondisi yang tidak baik.
Baca Juga: Amien Rais di Mata Fahri Hamzah saat Reformasi 1998
Koreksi dan mekanisme pengawasan tersebut dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sri Mulyani mengatakan, koreksi semacam itu tidak ada karena pengawasan sektor keuangan sebelumnya terpecah antara Kemenkeu dan BI.
Kemudian, Sri Mulyani juga menilai bahwa tata kelola pemerintah dan swasta sudah semakin transparan. Dari sisi pemerintah, pada masa sebelum reformasi defisit APBN tidak dilakukan presentasi seperti sekarang.
"UU Keuangan Negara memberikan rambu-rambu mengenai jumlah defisit dan utang. Dari sisi setting, 20 tahun lalu penyelewengan dan tata kelola yang buruk bisa meluas tanpa mekanisme cek," kata dia.
Tata kelola juga semakin transparan karena banyak institusi yang melakukan publikasi dari keseluruhan neracanya sebagai perusahaan terdaftar (listed company).
Sri Mulyani juga mengatakan, kondisi yang membedakan era sebelum dan sesudah reformasi adalah mekanisme atau sistem nilai tukar.
Baca Juga: Begini Hubungan BJ Habibie dan Soeharto Usai Reformasi
Ia mengatakan, sistem nilai tukar saat ini fleksibel, artinya pada saat ekonomi berkembang positif maka rupiah bisa menguat.