Nufransa menegaskan bahwa yang menjadi perhatian pemerintah adalah bagaimana menempatkan alokasi berdasarkan skala prioritas program utama pemerintah. Saat ini, pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur fisik dan human capital melalui pendidikan dan kesehatan serta jaminan sosial.
“Mengingat kebutuhan yang sangat besar untuk mengejar ketertinggalan negara kita di bidang tersebut, belanja negara tidak bisa dikurangi," tutur dia.
Alternatif kedua, menurut Nufransa, adalah dengan meningkatkan penerimaan negara, terutama penerimaan yang didapat dari pajak. Pemerintah bisa saja menaikkan tarif pajak sehingga mendapatkan penghasilan secara cepat untuk menutupi belanja negara.
"Namun itu tidak dilakukan, sehingga pemerintah memilih alternatif melalui berbagai terobosan kebijakan dan struktural seperti tax amnesty, pembenahan teknologi informasi dan proses bisnis, serta pemberian insentif dan relaksasi pajak. Pemerintah terus mengintensifkan reformasi di sektor perpajakan, yaitu pajak dan bea cukai," jelas Nufransa.
Dengan kondisi seperti itu, menurutnya lagi, utang menjadi alternatif pembiayaan yang juga memerlukan persetujuan dari DPR melalui Badan Anggaran. Setelah disetujui Banggar, RAPBN dibawa ke sidang paripurna DPR yang dipimpin oleh para unsur pimpinan DPR.
"Salah satu Wakil Ketuanya adalah Fadli Zon, (di mana) Rancangan APBN disahkan menjadi Undang-Undang APBN. Jadi selain bagian kebijakan fiskal, utang dalam APBN juga menjadi proses politik karena harus disetujui oleh wakil rakyat di DPR," sindir Nufransa.