Suara.com - Data Bank Dunia mencatat terdapat sembilan juta pekerja migran atau tenaga kerja asal Indonesia (TKI) yang tersebar di berbagai negara. Meski begitu, seperti diungkapkan Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bidang Ekonomi, Industri dan Bisnis, Rizal Calvary Marimbo, negara-negara penerima TKI tersebut nyatanya tidak ribut.
“Ada sembilan juta, mungkin sekarang sudah hampir 10 juta TKI atau pekerja migran tersebar di berbagai negara. Tapi negara itu tidak gaduh,” ujar Rizal Calvary Marimbo di Jakarta, Rabu (2/5/2018).
Dari 9 juta TKI itu, menurut Rizal lagi, sebanyak 55 persen bekerja di Malaysia. Lalu, sekitar 13 persen ke Arab Saudi, 10 persen ke Cina Taipei, 6 persen ke Hong Kong, 5 persen ke Singapura, dan sisanya tersebar di negara-negara lainnya.
Rizal memaparkan, tidak usah jauh-jauh, negara tetangga Malaysia saja menyerap sebanyak hampir separuh dari semua TKI. Menurut Rizal, sejauh ini negara tersebut tidak keberatan, malah masih mentolerir TKI-TKI ilegal dalam beberapa kasus. Bahkan tiap tahun negara itu meminta tambahan ribuan TKI baru.
Di sisi lain, Rizal mengatakan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia hanya sekitar 126 ribu pekerja, yang didominasi oleh pekerja asal Cina, Jepang, Amerika Serikat dan Singapura.
"Jumlah ini rasionya hanya sekitar 1,4 persen dari sembilan juta TKI di luar negeri. Tidak ada apa-apanya dengan jumlah TKI yang dikirim ke luar negeri,” ucap dia.
Lebih jauh, seperti disampaikan Rizal, PSI meminta agar semua pihak yang tidak suka dengan pemerintahan Joko Widodo agar memakai data yang valid dalam mengemukakan pandangannya.
“TKI di luar negeri 9 juta. (Sementara) TKA di Indonesia hanya 126 ribu, kita sudah ribut setengah mati,” ucap dia.
Rizal pun mengatakan, semua pihak harus rasional dalam menilai kerjasama serta hubungan antarnegara.
“Ada prinsip-prinsip atau norma-norma resiprokal dalam hubungan antarnegara. Kita jangan cuma mau enaknya saja. Kalau negara lain juga ikut ribut soal TKI dan mengusir TKI kita, bagaimana?” ucap dia.
Rizal menambahkan, justru lonjakan TKA tertinggi terjadi pada era pemerintahan sebelumnya. Sebelum tahun 2005 menurutnya, TKA di Indonesia tak sampai 30 ribu. Namun selama 10 tahun kemudian terjadi lonjakan hingga mendekati 80 ribu TKA.
"Jadi, lonjakannya lebih dari 300 persen (di) periode 2005-2015. Siapa yang berkuasa saat itu?" ucap dia.
Kembali ke keberadaan TKI, Rizal mengatakan, berdasarkan data, TKI bahkan mendominasi jumlah pekerja asing di berbagai negara. Di Malaysia, misalnya, pekerja migran terbesar itu berasal dari Indonesia.
Dia mengatakan, kontribusi TKI dalam memburu devisa ke luar negeri tidak kecil. Sebab itu menurutnya, isu TKA di dalam negeri mesti dikelola dengan baik, agar tidak pula menimbulkan kebencian dan pengusiran terhadap TKI di luar negeri.
Rizal menyebut, Bank Dunia mencatat kontribusi remitansi (pengiriman uang dari TKI ke negara asalnya) mencapai 8,9 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 118 triliun pada 2016 lalu. Realisasi ini (saat itu) setara dengan satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada 2017, angka remitansi naik lagi mencapai Rp 148 triliun, atau mendekati 4,5 persen dari PDB.