Suara.com - Masalah upah layak masih menjadi persoalan serius dalam dunia industri media. Dibutuhkan peran aktif dari Dewan Pers dan Kementerian Ketanagakerjaan untuk mengatasi persoalan upah layak ini.
"AJI Jakarta terakhir mengeluarkan standar upah layak tahun 2018 sebesar Rp7,9 juta untuk jurnalis pemula. Hanya segelintir media yang bisa memenuhi standar tersebut," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakart, Asnil Bambani Amri, dalam wawancara dengan Suara.com, di tengah Aksi Hari Buruh Sedunia di Jakarta, Selasa (2/5/2018).
Kondisi ini terjadi, menurutnya, karena tidak ada standar pengupahan yang layak di indusri media. Karena tak ada acuan jelas, banyak pemilik perusahaan media bersikap sesukanya menggaji pekerja media sesuai kemauan mereka.
"Selama ini tidak ada, pemilik media akan menggaji terserah mereka, termasuk yang beberapa kasus dibawah upah minimum," jelasnya.
Asnil menegaskan seharusnya Dewan Pers, selain Kementerian Ketenagakerjaan, juga seharusnya aktif mendorong upah layak pekerja media. Apalagi kini Dewan Pers telah memberlakukan UJI Kompetensi Jurnalis yang dilaksanakan oleh beberapa lembaga pers.
"Itu langkah awal yang bagus dengan UKJ. Tetapi, sesudah ini harusnya Dewan Pers mendorong membuat regulasi standar upah layak bagi jurnalis yang harus dijalankan oleh perusahaan media. Jangan sampai jurnalis sudah terbukti kompeten melalui UKJ, tetapi tetap saja upah yang diperoleh tidak layak," tutupnya.
Sebelumnya pada Januari 2018, AJI Jakarta mempublikasikan standar besaran upah layak bagi jurnalis pemula di Jakarta pada tahun 2018 sebesar Rp 7.963.949. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan upah layak pada tahun 2016 sebesar Rp 7.540.000.