Suara.com - Memperingati Hari Buruh International, Solidaritas Perempuan (SP) sebagai salah satu organisasi yang memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi buruh khususnya perempuan buruh, bersama perempuan buruh menyampaikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak bagi perempuan buruh.
Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Puspa Dewi mengungkapkan sudah tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-JK belum memperlihatkan keseriusannya dalam melindungi hak perempuan buruh, bahkan pengakuan negara terhadap perempuan buruh nelayan atau perempuan pekerja rumah tangga juga belum terjadi.
Perempuan SP bekerjasama dengan perempuan akar rumput menunjukan fakta bahwa kerentanan perempuan buruh tidak terlepas dari faktor pemiskinan akibat sistem negara dan non negara yang mengakibatkan hilangnya sumber kehidupan perempuan.
“Masifnya pembangunan yang berorientasi pada agenda politik ekonomi global dan infrastruktur mengakibatkan banyak sumber-sumber kehidupan rakyat yang terampas oleh negara. Tanah dan sumber kehidupan perempuan dirampas, sehingga mereka menjadi buruh di tanah sendiri, bahkan menjadi pekerja rumah tangga di luar negeri,” ungkap Puspa, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (30/4/2018).
Ia mengatakan, mayoritas perempuan bahkan bekerja di sektor yang sangat rentan terhadap kekerasan, seperti pekerja rumah tangga, buruh tani, buruh perkebunan dan buruh nelayan. Pemiskinan struktural telah berdampak berlapis bagi perempuan buruh.
Perempuan buruh masih menghadapi diskriminasi dan ketidakadilan akibat konstruksi sosial dan budaya patriarki yang terus menguat hingga saat ini.
Perempuan buruh selama ini masih belum diakui sebagai pekerja oleh negara, sehingga perlindungan dan pemenuhan haknya sebagai perempuan buruh juga masih lemah.
Perempuan buruh nelayan maupun perempuan buruh tani misalnya, di mana belum ada pengakuan bahkan masih mengalami diskriminasi, baik dalam pengambilan keputusan maupun menjadi subjek dari kebijakan maupun program pemerintahan dalam melindungi nelayan.
“Sementara, mereka juga kerap mengalami kekerasan hingga intimidasi dan kriminalisasi ketika mereka memperjuangkan haknya,”ungkap dia.