Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat harus dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dari sisi ekspor.
Ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2018), Sri Mulyani mengatakan penguatan mata uang dolar AS memungkinkan perbaikan dari sisi daya saing sektor ekspor Indonesia.
"Hanya kita perlu untuk mempelajari bahwa komoditas-komoditas ekspor Indonesia, yang seharusnya bisa mendapatkan keuntungan dari penguatan dolar ini, tentunya harus mampu memiliki daya kompetisi," kata dia.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia juga mengatakan bahwa upaya memperbaiki penguatan daya saing sektor ekspor Indonesia sedang dan terus dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kami tentu melihat bahwa elastisitas atau sensitivitas dari ekspor kita terhadap perubahan nilai tukar harus bisa diperbaiki, sehingga mereka bisa merespons dengan kenaikan ekspor dan ini tentu akan menjadi baik dari sisi transaksi berjalannya di mana ekspor meningkat dan impor menjadi relatif lebih mahal, akan menjadi jauh atau bisa membaik," ungkap Menkeu.
Sri Mulyani menilai kondisi global saat ini merupakan kesempatan yang tepat untuk memacu ekspor. Daya saing ekspor, terutama produk manufaktur, perlu dipacu mengingat komoditas yang berasal dari barang mentah cenderung memiliki elastisitas yang tidak terlalu tinggi.
"Mumpung pertumbuhan global sedang positif, oleh karena itu permintaan dari negara-negara yang memiliki pertumbuhan relatif tinggi menjadi ada," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan bahwa penyesuaian kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan yang sedang di AS akan memengaruhi kondisi ekonomi seluruh dunia.
Pemerintah akan mengantisipasi terkait konteks pergerakan kebijakan Negeri Paman Sam tersebut. Dari sisi nilai tukar maupun suku bunga, pemerintah akan melihat sensivitasnya terhadap seluruh pos-pos, baik itu dari sisi penerimaan maupun belanja.
Sri Mulyani meyakini bahwa dengan adanya sensitivitas terhadap nilai tukar, suku bunga, dan harga minyak, defisit APBN 2018 masih akan tetap terjaga di kisaran 2,19 persen sesuai UU APBN.
"Bahkan mungkin bisa lebih rendah apabila PNBP dari minyak akan bisa mengompensasi kemungkinan terjadinya pelemahan dari sisi penerimaan pajak," ujar dia. (Antara)