Suara.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika didesak untuk menutup sementara aplikator taksi daring hingga pihak aplikator memiliki standar yang menjamin keamanan dan keselamatan baik pengemudi maupun penumpang.
"Pemerintah harus melindungi konsumen taksi daring. Dengan makin banyaknya tindakan kriminal di taksi daring, sebaiknya pemerintah menutup sementara aplikator taksi daring yang bermasalah sampai pihak aplikator dapat menunjukkan cara melindungi pengemudi dan pengguna dari upaya tindakan kriminal," kata Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Pernyataan tersebut menanggapi kasus penyekapan yang menimpa pengemudi taksi daring oleh penumpang di Tambora, Jakarta Utara, pada Senin (23/4/2018).
"Jika pemerintah tidak tegas, kejadian serupa pasti akan terulang. Tinggal tunggu waktunya kapan akan terjadi," katanya.
Kejadian kriminal juga terjadi pada penumpang taksi daring Grab, Yun Siska Rohani yang dibunuh oleh oknum yang diduga pengemudi taksi di wilayah Bogor.
Djoko menjelaskan standar keamanan usaha taksi sudah diatur oleh pemerintah, tetapi untuk taksi daring belum diatur karena hingga kini urusan taksi daring belum selesai.
Padahal, menurut dia, taksi daring sangat rentan terhadap gangguan keselamatan baik pengemudi maupun penumpang.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 46 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah mengatur sistem keamanan menggunakan taksi.
Jenis SPM untuk keamanan, pertama ada tanda pengenal pengemudi, berupa seragam dan kartu identitas pengemudi yang digunakan selama mengoperasikan kendaraan.
Kemudian kartu pengenal pengemudi yang dikeluarkan oleh perusahaan taksi dan ditempatkan di "dashboard" mobil.