Presiden Teken Perpres Pengolahan Sampah Jadi Listrik

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 20 April 2018 | 15:24 WIB
Presiden Teken Perpres Pengolahan Sampah Jadi Listrik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbicara di acara peringatan Isra Miraj di Istana Bogor, Selasa (10/4/2018). [Suara.com/Dwi Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guna mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota, pemerintah memandang perlu mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan pada daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota tertentu.

Dilansir dari laman Setkab.go.id atas pertimbangan tersebut, pada 12 April 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (tautan: Perpres No. 35 Tahun 2018).

Dalam Perpres ini ditegaskan, pengolahan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, dan untuk mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota serta menjadikan sampah sebagai sumber daya, yang dilakukan secara terintegrasi dari hilir sampai ke hulu melalui pengurangan dan penanganan sampah.

“Pengelolaan sampah dilaksanakan untuk mendapatkan nilai tambah sampah menjadi energi listrik,” bunyi Pasal 2 ayat (3) Perpres ini.

Baca Juga: Telat Bayar Listrik, Fadli Zon Singgung Rakyat Makin Susah

Lokasi Pembangunan

Dalam Pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, perlu dilakukan percepatan pembangunan instalasi Pengolah sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, yang disebut dengan PLTSa, melalui Pengelolaan Sampah yang menjadi urusan pemerintah daerah: a. Provinsi DKI Jakarta; b. Kota Tangerang; c. Kota Tangerang Selatan; d. Kota Bekasi; e. Kota Bandung; f. Kota Semarang; g. Kota Surakarta; h. Kota Surabaya; i. Kota Makassar; j. Kota Denpasar; k. Kota Palembang; dan l. Kota Manado.

Pemerintah daerah kota sebagaimana dimaksud, dalam Perpres ini disebutkan, dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota sekitar dalam 1 (satu) daerah provinsi.

“Kerjasama sebagaimana dimaksud dapat dilakukan dengan pemerintah daerah provinsi sepanjang pengelolaan sampah menggunakan aset provinsi, dilakukan melalui perjanjian kerjasama,” bunyi Pasal 4 ayat (1,2) Perpres ini.

Selain itu, menurut Perpres ini, pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dalam penyelenggaraan Pengelolaan sampah.

Baca Juga: Akhirnya Mengaku Menunggak Listrik, Fadli Zon: Listrik Mahal

Dalam melakukan percepatan pembangunan PLTSa itu, menurut Perpres ini, gubernur atau wali kota, dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau melalui kompetisi Badan Usaha.

“Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat atau tidak lulus seleksi dan tidak ada BUMD yang mampu untuk ditugaskan, percepatan pembangunan PLTSa dapat dilakukan melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas usulan gubernur atau wali kota,” bunyi Pasal 6 ayat (4) Perpres ini.

Ditegaskan dalam Perpres ini, Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa wajib memenuhi perizinan di bidang lingkungan hidup dan perizinan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembelian Tenaga Listrik

Setelah menugaskan atau menetapkan pengelola sampah dan pengembang PLTSa, menurut Perpres ini, gubernur atau wali kota mengusulkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memberikan penugasan pembelian tenaga listrik PLTSa oleh PT PLN (Persero).

Adapun harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dalam Perpres ini ditetapkan berdasarkan besaran kapasitas PLTSa yang dijual kepada PT PLN (Persero) dengan ketentuan: a. untuk besaran kapasitas sampai dengan 20MW (megawatt) sebesar 13,35 sen dollar AS/kWh yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi, jaringan tegangan menengah, dan jaringan tegangan rendah; atau b. untuk besaran kapasitas lebih dari 20MW yang terinterkoneksi pada jaringan tegangan tinggi atau jaringan tegangan menengah dengan perhitungan: Harga Pembelian (sen dollar AS/kWh) = 14,54 – (0,076 x besaran kapasitas PLTSa yang dijual ke PT PLN).

“Harga pembelian tenaga oleh PT PLN (Persero) sebagaimana dimaksud sudah termasuk seluruh biaya pengadaan jaringan dari PLTSa ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero),” bunyi Pasal 11 ayat (2) Perpres ini.

Ketentuan harga sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dikecualikan dalam hal pembangunan PLTSa dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.

“Hasil penjualan listrik kepada PT PLN (Persero) merupakan hak dari pengembang PT PLTSa,” bunyi Pasal 12 Perpres ini.

Mengenai pendanaan untuk percepatan pembangunan PLTSa, dalam Perpres ini disebutkan, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendaan yang bersumber dari APBN, menurut Perpres ini, digunakan untuk bantuan biaya layanan pengolahan sampah kepada Pemerintah Daerah, yang besarnya paling tinggi Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per ton sampah.

Ditegaskan dalam Perpres ini, pembangunan PLTSa mengutamakan penggunaan produk dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Tim Koordinasi

Dalam Perpres ini disebutkan, untuk mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan PLTSa dibentuk Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan PLTSa, yang mempunyai tugas melakukan koordinasi dan pengawasan serta memberikan bantuan yang diperlukan untuk kelancaran percepatan pelaksanaan pembangunan PLTSa.

Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud diketuai oleh Menko Kemaritiman. Sementara Menko Perekonomian sebagai Wakil Ketua, dengan anggota: 1. Wakil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Kementerian ESDM; 3. Kemendagri; 4. Kementerian PUPR; 5. Kementerian Keuangan; 6. Kementerian BUMN; 7. Kementerian Hukum dan HAM; 8. Kementerian ATR/BPN; 9. Kementerian PPN/Bappenas; 10. Sekretariat Kabinet; 11. BKPM; 12. BPPT; dan 13. LKPP.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 16 April 2018 itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI